SERANG, – Sejumlah warga Banten bersama jejaring masyarakat sipil menggelar refleksi damai di kantor Gubernur Provinsi Banten memperingati Hari Listrik Nasional ke-75, Selasa (27/10/2020) kemarin, mereka menduuga kondisi di Tanah Jawara selama ini sudah dalam keadaan darurat polusi karena dikelilingi puluhan Pembangkit Listrik Tenaga Batubara (PLTU) yang menghasilkan polutan berbahaya.
Dalam aksinya, mereka pun mendesak agar dihentikannya proyek PLTU Jawa 9-10 dan menyoroti Pemerintah Banten agar segera beralih ke energi bersih terbarukan.
Koordinator Pena Masyarakat, Koordinator Pena Masyarakat, mengatakan, berdasarkan Studi Trend Asia menunjukkan bahwa saat ini telah terdapat sekitar 19 unit PLTU batubara mengepung masyarakat Banten.
Kata dia, Jumlah sebanyak menempatkan Banten sebagai salah satu provinsi dengan unit PLTU batubara terbanyak. Beban polusi Banten akan bertambah berat dengan rencana kontroversial pembangunan PLTU baru seperti PLTU Jawa 9 & 10 di Cilegon. Pembakaran batubara puluhan unit PLTU di Kampung Jawara ini diproyeksikan akan menambah pencemaran udara bahkan hingga wilayah DKI Jakarta.
“Sudah berapa banyak PLTU yang dibangun di Banten, mulai dari yang dimiliki swasta atau yang dimiliki oleh negara. Ketika kecenderungan pembangunan global mulaimeninggalkan batubara, Banten justru seperti tidak puas dengan PLTU Batubara yang sudah begitu banyak dan terus ingin membangun kembali,” ungkapnya kepada awak media.
“Hal ini harus dicegah, jangan sampai Banten akan dikenal sebagai daerah yang tercemar dan mencemari wilayah di sekitarnya,” katanya.
Pria yang akrba disapa Aeng itu menyebut, Temuan Recourse, sebuah lembaga pengawas finansial berkelanjutan, menunjukkan PLTU Jawa 9 & 10 yang akan dibangun diperkirakan bisa melepaskan 10 juta ton karbon dioksida tiap tahun, setara dengan emisi rata-rata negara Thailand atau Spanyol.
Selain itu, ujar dia, laporan Greenpeace mengemukakan bahwa proyek pembangkit listrik batubara bernilai 3,5 miliar dolar Amerika tersebut berpotensi menyebabkan 4.700 kematian dini selama 30 tahun masa operasionalnya.
Hal serupa dikatakan, Direktur Walhi Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi, menurutnya bahwa banyaknya PLTU yang mengepung Banten (termasuk di dalamnya pembangkit listrik berbahan bakar energi kotor batubara di kawasan industri) tidak terlepas dari lemahnya peran pemerintah daerah dalam kerangka pengembangan ketenagalistrikan nasional.
“Pemerintah Banten terus-menerus memberikan kemudahan izin pembangunan PLTU di wilayahnya. Kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah abai terhadap keberlanjutan lingkungan dan kesehatan warganya,” terangnya.
Lebih lanjut Tubagus mengungkapkan, Banten menjadi perwujudan kasus yang kuat menggambarkan bagaimana lanskap ketenagalistrikan nasional Indonesia begitu bermasalah karena ketergantungan akut terhadap batubara. Akibatnya, kata dia, implementasi energi bersih terbarukan di Banten jauh dari kata optimal.
“Saat ini orientasi pengembangan energi yang bertumpu pada batubara mengakibatkan Banten menjadi provinsi dengan utilisasi potensi energi bersih terendah, Utilisasi potensi energi bersih daerah bahkan tidak mencapai 1% dari total potensi energi bersih terbarukan yang mencapai 5000 MW,” jelasnya.
“Banten, sebagai sebuah daerah, orientasi pembangunannya sengaja diciptakan secara struktural untuk ketergantungan terhadap sumber energi kotor batubara,” imbuhnya.
Senada, Peneliti dan Pengampanye Trend Asia, Andri Prasetiyo mendesak Pemerintah Banten harus segera mengambil langkah nyata untuk melindungi warganya dari bahaya polusi PLTU Batubara.
Caranya, lanjut dia, desak penghentian operasi PLTU tua dan hentikan rencana pembangunan PLTU baru seperti PLTU Jawa 9-10.
“Kondisi ketenagalistrikan di sistem Jawa-Bali yang oversupply atau kelebihan pasokan hingga 40%, seharusnya menjadi momentum bagi Banten untuk serius memulai optimalisasi potensi energi bersih seperti angin dan matahari yang melimpah. Sudah saatnya Banten mandiri energi dan lepas dari ketergantungan batubara,” pungkasnya.
Terakhir, Andri pun menilai saat ini secara biaya pembangunan pembangkit listrik bertenaga angin dan khususnya matahari telah mencapai nilai keekonomian yang lebih terjangkau (Carbon Brief, 2020) dibanding batubara yang selama ini diklaim sebagai sumber energi termurah. (Jen/red)
WH Klaim Inisiator Penggerak Petani Porang di Banten
SERANG - Gubernur Banten Wahidin Halim atau WH mengklaim dirinya sebagai inisiator pertama kali yang menggerakan tanaman Porang di Wilayahnya....
Read more