SERANG — Virus corona atau covid-19 yang telah mewabah di berbagai wilayah di Indonesia. Selain dapat mengakibatkan kematian terhadap manusia, virus ini Juga dapat melumpuhkan sektor ekonomi yang saat ini terkena imbas dari masifnya penyebaran covid-19. Berdasarkan peta sebaran virus di Indoensia kini ada 22 Provinsi termasuk Banten yang menangani covid-19.
Menyikapi hal tersebut, Ketua Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Banten Dedi Muhdi mengapresiasi kebijakan pemerintah pusat terkait stimulus fiskal dan nonfiskal jilid II yang diberikan pemerintah kepada industri manufaktur, terlebih kebijakan itu untuk mencegah perlambatan ekonomi ditengah pandemi corona (covid-19) di Banten.
“ini untuk mengatasi dampak wabah virus corona atau covid-19, terhadap industri manufaktur,” ucapnya kepada updatenews.co.id saat dihubungi melalui telephon seluler, Selasa (24/03/2020).
Selain fiskal, kata dia pemerintah telah menangguhkan pembayaran pajak penghasila (PPh) melalui pasal 21 dalam rangka covid-19.
“PPh DTP diberikan selama enam bulan, terhitung mulai April hingga September 2020. Nilai besaran yang ditanggung pemerintah sebesar Rp 8,60 triliun. Diharapkan para pekerja di sektor industri pengolahan tersebut mendapatkan tambahan penghasilan untuk mempertahankan daya beli,” jelasnya.
Selanjutnya, kata dia Pph pasal 22 Impor sebagai bentuk relaksasi melalui skema pembebasan Pph dalam rangka pemberian kepada sektor tertentu.
“Pembebasan PPh Pasal 22 Impor diberikan selama enam bulan terhitung mulai April hingga September 2020 dengan total perkiraan pembebasan sebesar Rp 8,15 triliun. Kebijakan ini ditempuh sebagai upaya memberikan ruang cashflow bagi industri sebagai kompensasi switching cost atau biaya sehubungan perubahan negara asal impor,” katanya.
Untuk Pph pasal 25 relaksasi ini diberikan melalui skema pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30 persen kepada 19 sektor tertentu, penerpaan selama enam bulan terhitung mulai April hingga September 2020 dengan total perkiraan pengurangan sebesar Rp 4,2 triliun.
“Sebagaimana halnya relaksasi PPh Pasal 22 Impor, melalui kebijakan ini diharapkan industri memperoleh ruang cashflow sebagai kompensasi switching cost atau biaya sehubungan perubahan negara asal impor dan negara tujuan ekspor. Selain itu, dengan upaya mengubah negara tujuan ekspor, diharapkan akan terjadi peningkatan ekspor,” ungkapnya.
Menurutnya, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah harus didukung selama kebijakan itu memberika kebaikan bagi masyarakat dan perusahaan.
“Kebijakan ini sangat berarti karena pajak yang dikenakan terhadap upah atau gaji para pegawai itu nantinya akan ditanggung pemerintah, sehingga pegawai akan menerima gaji secara penuh tanpa dipotong pajak,” terang Dedi.
Selain itu, dari sisi non-fiskal pemerintah telah berupaya mensimplifikasi peraturan, sehingga aliran ekspor-impor meningkat dan menunjang kebutuhan bahan baku penunjang industri domestik.
Meski begitu, ia menilai insentif fiskal untuk relaksasi aturan impor bahan baku sangat diperlukan di dunai perusahaan, karena dengan bahan baku aktivitas perusahaan dapat berjalan dengan baik.
“Industri membutuhkan bahan baku agar perusahaan tetap beroperasi,” pungkasnya. (jen/red)