CILEGON – Kelompok pengusaha lokal yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Gerem (HPG) mempertanyakan pelaksanaan persyaratan tender dan dugaan pelanggaran Etika usaha oleh beberapa oknum dalam proyek dari PT Taisei Pulauintan Construction International yang merupakan Main Contractor PT MC PET Film Indonesia (MFI).
Dilansir dari CBNBCIndonesia.com, diketahui, PT MFI sebagai anak usaha Mitsubushi Chemical Corporation (MCC) akan membangun fasilitas pabrik baru untuk meningkatkan kapasitas produksi polyester film. Nilai investasinya mencapai US$130 juta atau sekitar Rp1,8 triliun yang ditargetkan selesai 2021 untuk membangun fasilitas baru dengan skala 25.0000 ton per tahun. Setelah ekspansi, maka kapasitas produksinya lebih dari dua kali lipat, yaitu menjadi 45.0000 ton per tahun di pabrik yang terletak di wilayah Kelurahan Gerem Kecamatan Grogol, Kota Cilegon, Banten.
Pengusaha lokal dari HPG, Hayatullah menjelaskan, polemik pengusaha lokal yang terjadi karena diduga ada perjanjian dan kesepakatan antara PT Taisei Pulauintan Construction International dengan Pengusaha Lokal Grogol yang diwakili oleh Haji Nikmatullah, Haji Abdul Rozak dan Jazuli. Setelah kesepakatan tersebut, kata Dia, ada rekomendasi Kadin ditujukan ke PT Taisei Pulauintan Construction International untuk 38 perusahaan. Hal tersebut tentunya menimbulkan adanya pro dan konra sehingga menuai polemik dikalangan pengusaha karena dianggap melanggar undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat pasal 4 mengenai perjanjian yang dilarang, bagian pertama tentang Oligopoli.
“Bunyi pasal 4 ayat (1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Ayat (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu,” jelas Hayatullah yang juga pengusaha PT Bintang Alam Raya Teknindo melalui rilis yang diterima wartawan, Rabu (23/9/2020).
Oleh sebab itu, Hayatullah meminta ada pengawasan dari Walikota selaku pimpinan pemerintah Kota Cilegon, sehingga tidak terjadi kegaduhan antara para pengusaha Lokal.
“Pemerintah melakukan pengawasan terhadap Kamar Dagang dan Industri mengenai pelaksanaan ketentuan dalam undang-undang ini, ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya, dan kebijaksanaan Pemerintah di bidang pembangunan ekonomi, yang tertuang dalam undang-undang Kadin nomor 1 tahun 1987 pasal 11,” tegasnya.
Selain itu, ia juga mengingatkan sifat Kadin sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 1 tahun 1987 Tentang Kadin pasal 5 menerangkan Kadin bersifat mandiri, bukan organisasi pemerintah dan bukan organisasi politik serta dalam melakukan kegiatannya tidak mencari keuntungan.
“Tolong Kadin profesional sebagai wadah pengusaha dan menjaga netralitas, jangan dibawa ke ranah politik. Karena berpotensi hanya menguntungkan kelompok tertentu saja, sedangkan kita mempunyai hak yang sama dalam demokrasi di bidang pembangunan ekonomi,” tegasnya.
Selanjutnya diungkapkan pengusaha Gerem lainnya, Dedi Kusnadi yang menanyakan adanya pernyataan Haji Nikmatullah di beberapa waktu lalu di media, justru dinilai makin menimbulkan polemik baru di kalangan pengusaha lokal. Karena hal tersebut diduga adanya nuansa kepentingan politik.
“Maka kami perlu pertanyakan netralitas H. Sahruji selaku ketua Kadin kota Cilegon dan Haji Nikmatullah selaku tokoh pengusaha lokal Gerem yang saat ini kapasitas H.Nikmatullah tergabung sebagai Tim Sukses pemenangan pasangan Hj. Ratu Ati Marliati dan H. Sokhidin serta H. Sahruji yang tergabung di Tim sukses pemenangan pasangan H. Iye dan H. Awab,” ungkapnya.
Menurutnya, hal tersebut sangat berpotensi membuat resah para pelaku usaha, apabila dibenturkan antara kepentingan profesionalitas usaha dengan kepentingan Pilkada Cilegon 2020.
“Kadin harusnya profesional sesuai tupoksinya, bukan organisasi pemerintah dan politik,” ucapnya.
Selain itu, Dedi juga mempertanyakan kerjasama atau proses tender, apakah yang dikedepankan secara profesional atau lebih pada mengedepankan kepentingan politik.
“Kami meminta kepada PT Taisei Pulauintan Construction International untuk lebih cermat dalam menentukan persyaratan untuk Sub Kontraktor, kalau persyaratannya merujuk hanya kesepakatan dan rekomendasi. Kami mohon untuk dijelaskan dasar hukum yang dipakai,” pungkasnya. (Fir/Red)