SERANG, – Kasus dugaan penyerobotan tanah yang dilakukan oleh tiga warga pulau Sangiang atas nama Mardaka, Lukman, dan Masrijan telah diketuk palu. Majelis Hakim memutuskan bahwa ketiga terpidana telah melakukan kesalahan mengacu pada pasal 385 ke-4 atas lahan milik PT Pondok Kalimaya Putih (PT. PKP) di pulau Sangiang.
Penasihat hukum terpidana, yaitu LBH Rakyat Banten, pada saat pembacaan tuntutan belum memberikan jawaban apakah menerima atau akan melakukan banding atas dakwaan tersebut.
Namun, pada Selasa yang lalu, LBH Rakyat Banten resmi mengajukan pernyataan banding atas perkara yang menimpa klien mereka.
Koordinator LBH Rakyat Banten, Aeng, mengatakan bahwa pihaknya bersama warga pulau Sangiang kembali memantapkan diri untuk berjuang mendapatkan tanah leluhur mereka.
“Perjuangan Masyarakat Pulau Sangiang belum selesai sampai disini, keinginan ini yang menjadi dasar untuk bisa kembali dan menetap tanpa adanya permasalah Hukum di tanah Leluhur yang telah mereka diami selama hampir 4 generasi,” ujarnya, Jumat (31/5).
Menurut Aeng, pihaknya dan masyarakat Pulau Sangiang bukan melakukan penolakan atas keputusan majelis hakim. Namun, banding tersebut merupakan langkah dalam merebut kembali tanah mereka.
“Bukan menolak atau tidak menerima putusan itu, tetapi karena secara tegas tanah itu adalah milik masyarakat pulau Sangiang yang sudah ditempati hampir puluhan tahun. Apa yang sudah diupayakan para Leluhur untuk bisa diwariskan kembali kepada generasi berikutnya,” tuturnya
Ia pun menyinggung terkait dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Menurut Aeng, bercokolnya PT. PKP di pulang Sangiang telah menghilangkan fungsi sosial yang diamanatkan UUPA.
“Dalam Bab I pasal 6 UUPA No 5 tahun 1960 ‘semua hak tanah memiliki fungsi sosial’. Dengan keberadaan PT. PKP di pulau inilah yang membuat lahan mereka sudah tidak berfungsi kembali sebagaimana mestinya,” uujarnya
Selain itu, ia juga menyinggung Undang-undang No 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil dan juga putusan Mahkamah Konstisusi nomor 3/PPU-VIII/2010.
“Keduanya telah mamandatkan dan menegaskan bahwa negara harus menjamin terpenuhinya Hak Konstisusi. Salah satunya adalah Hak untuk mengelola wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bagi masyarakat,” terangnya.
Ia menjelaskan bahwa pada Bab 1 bagian V pasal 20 ayat 1 telah ditegaskan bahwa hak milik merupakan hak turun temurun, terkuat, dan terpengaruh.
“Bab I bagian V pasal 20 ayat 1 ‘Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpengaruh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat pasal 6.’ mengingat adanya hak bagi masyarakat inilah yang terus kami perjuangkan,” ucapnya.
Ia pun berharap jangan sampai masyarakat pulau Sangiang terus dihantui oleh permasalah hak atas tanah.
“Jangan sampai permasalah Hak atas tanah menjadi permasalah terus menerus yang diderita oleh masyarakat pulau Sangiang,” harapnya. (Nm/red).