SERANG,- Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBD) Provinsi Banten tercatat lebih rendah, hal itu dapat dilihat dari realisasi APBD pada triwulan I 2018 yang mencapai 21,2 persen lebih tinggi dibandingkan pada triwulan I 2019 hanya pada angka sebesar 19,8 persen.
Hal tersebut dikatakan oleh Erry P.Suryanto Pjs Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. Menurutnya, realisasi belanja APBD tercatat masih sangat rendah yaitu sebesar 9,2 persen, meskipun sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2018.
Menurutnya, secara umun inflasi Indeks Harga Kosumen (IHK) di Provinsi Banten pada triwulan I 2019 tercatat sebesar 2,97 persen (yoy), atau menurun dibandingkan inflasi triwulan IV 2018 yang mencapai 3,42 persen (yoy) dan lebih rendah dibandingkan rata-rata historisnya yang tercatat sebesar 4,24 persen (yoy).
“Secara spasial, penurunan tekanan inflasi Provinsi Banten didorong oleh menurunnya realisasi inflasi di seluruh kota, sampel IHK di Provinsi Banten yaitu, Kota Tangerang, Kota Serang, dan Kota Cilegon. Namun, inflasi di Provinsi Banten tercatat lebih tinggi dibandingkan capaian inflasi regional Jawa dan Nasional yaitu berturut-turut sebesar 2,59 persen (yoy) dan 2,48 persen (yoy),” ujarnya. Rabu, (19/6).
Pada bulan April dan Mei 2019, inflasi IHK berada dalam tren meningkat yaitu tercatat sebesar 3,14 persen (yoy) dan 3,45 persen. Hal ini lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2019, peningkatan tekanan inflasi tersebut didorong oleh kelompok bahan makanan serta kelompok perumahan, listrik, air, gas, dan bahan bakar yang didorong oleh peningkatan konsumsi masyarakat menjelang Idul Fitri serta terbatasnya stok seperti cabai merah, bawang putih, dan daging ayam ras serta adanya penyesuaian tarif untuk jasa penyelenggaraan RT yang masih terjadi hingga triwulan II 2019.
Lanjut Erry, inflasi Provinsi Banten diperkirakan meningkat pada triwulan II 2019 direntang 3,4-3,8 persen (yoy), menurutnya hal tersebut berasal dari kelompok bahan makanan dan makanan jadi sebagai sumber utama pendorong tingginya laju inflasi pada triwulan II 2019, seperti, minuman, rokok, dan tembakau.
“Peningkatan sejumlah komoditas bahan makanan didorong oleh meningkatnya permintaan di Ramadhan dan menjelang Idul Fitri, belum tibanya masa panen dan adanya gangguan produksi beberapa komoditas bambu-bambuan seperti cabai merah, bawang merah, dan hawah putih,” ujarnya.
Sementara itu, stabilitas keuangan di Provinsi Banten menurutnya dalam kondisi stabil pada triwulan I 2019, hal tersebut menurut Erry, didorong oleh pertumbuhan seluruh indikator utama perbankan yang berada dalam kondisi positif. Secara nominal, penyaluran kredit perbankan berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Banten pada triwulan I 2019 tercatat sebesar Rp. 332,16 triliun atau tumbuh 11,12 persen (yoy).
“Namun melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,18 persen (yoy),” katanya.
Sejalan dengan perlambatan kredit, intermediasi perbankan mengalami penurunan yang dicerminkan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 180,79 persen, menurun dari periode sebelumnya yaitu 184,27 persen.
“Dari sisi risiko, nilai Non Performing Loan (NPL) meningkat dari 1,43 persen pada triwulan IV 2018 menjadi 1,56 persen. Namun, tingkat NPL tersebut masih dibawah level indikatifnya yaitu 5 persen,” pungkasnya. (Red)