UPDATENEWS.CO.ID — Perusahaan keamanan siber Dimension Data mencatat sekitar 20 persen aksi peretasan yang terjadi di Asia Pasifikberasal dari Amerika Serikat. Temuan diperoleh berdasarkan sisi trafik server yang dipakai para peretas.
“Ini di Asia-Pasifik ternyata yang paling banyak menyerang asalnya dari Amerika, kalau dari sisi traffic [server yang digunakan peretas] tapi bukan berarti penjahatnya ada di Amerika,” kata Presiden Direktur Dimension Data Hendra Lesmana kepada awak media di Bluegrass & Grill, Jakarta, Selasa (17/6).
Banyaknya sumber daya berupa lembaga penyedia data center, jaringan internet yang kencang, ditambah kabel fiber optik yang memadai menjadi alasan di balik masifnya aksi serangan siber yang bersumber dari server di AS.
Selain AS, Hendra mengatakan pihaknya juga menemukan 14 persen aksi peretasan menggunakan server China. Metode Brute-Force Attack atau kombinasi kata sandi kerap digunakan untuk mengecoh para korban.
“Nomor dua tentu saja dari China, 14 persen serangan dari China. Bentuknya Brute-Force Attack jadi coba kata sandi deng7an segala macam kombinasi misal 12345678,” jelas Hendra.
Lebih lanjut Hendra menambahkan, sebagian peretas terdeteksi menggunakan data Internet of Things(IoT) dari Mesir yang tengah gencar membangun infrastruktur tetapi tidak menaruh perhatian terhadap sistem keamanan.
“Menggunakan IoT misalnya sedang bangun gedung baru, otomatis pasang CCTV yang pakai kabel data. Aspek keamanan tidak diperhitungkan dengan benar, itu bisa dibajak,” lanjut Hendra.
Selain menggunakan server dari Amerika dan China untuk melakukan serangan siber, menurut laporan Dimension Data, Jepang menduduki peringkat ketiga dengan delapan persen, diikuti Thailand lima persen dan peringkat kelima Belanda sebanyak lima persen. (fidz.red)
Sumber:CNNIndonesia.com