SERANG – Di tengah kekhawatiran hilangnya nilai sejarah karena revitalisasi Banten Lama, para Dzuriyat Kesultanan Banten dan orang yang mengaku sebagai sultan Banten, Rtb. Bambang Wisanggeni, justru saling memperebutkan tahta Banten Lama.
Perebutan kekuasaan tersebut berawal dari penetapan Pengadilan Agama (PA) Serang tanggal 22 September 2016, nomor 316/Pdt.P/2016/PA.Srg. yang menetapkan Rtb. Bambang Wisanggeni sebagai ahli waris Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin.
Melihat hal tersebut, Forum Dzuriyat Kesultanan Banten (FDKB) mengajukan keberatan atas putusan PA Serang, dan mengugat atas penyematan tersebut. Sehingga, PA Serang mengeluarkan putusan dengan nomor 786/Pdt.G/2017/PA.Srg, pada 13 Desember 2017 yang berisikan pembatalan Rtb. Bambang Wisanggeni sebagai ahli waris terkuat dengan Sultan Banten.
Setelah itu, keluarlah surat putusan nomor 17/Pdt.G/2018/PTA.Btn, pada 3 Mei 2018, memperkuat putusan PA Serang dengan menghilangkan frasa kata terhadap Rtb. Bambang Wisanggeni yang memiliki pertalian darah terkuat sebagai penerus tahta Kesultanan Banten.
Tak terima dengan putusan tersebut, Rtb. Bambang Wisanggeni pun mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung (MA). Namun, MA pada tanggal 12 Februari 2019 memutuskan untuk menghapus secara keseluruhan, putusan-putusan terdahulu dalam perkara ahli waris tersebut.
“Putusan ini membatalkan secara keseluruhan yang dimintakan BW. Oleh karena itu, permohonan kasasi tidak dikabulkan. Menghukum pemohon membayar peradilan sebesar Rp 500 ribu, untuk bayar perkara semua tingkat pengadilan. Intinya, BW sudah tidak punya wewenang lagi mengaku sultan,” ujar Ketua FDKB, Tb Amri Wardana, kepada awak media di salah satu rumah makan di Kota Serang, Jumat (12/7).
Dengan putusan kasasi ini, Tb. Amri menjelaskkan bahwa gelar Sultan yang diklaim oleh Rtb. Bambang Wisanggeni sudah dibatalkan oleh MA. Jika di suatu saat, lanjut Tb. Amri, Rtb. Bambang Wisanggeni kembali mengaku sebagai Sultan ke-18, pihak Dzuriat Kesultanan Banten akan membawa ke jalur hukum.
“Kalau dia nanti masih memakai kata Sultan, atau kesultanan Banten, maka kami akan melaporkan sebagai tindakan pidana,” tegasnya.
Sementara itu, Pengamat Banten Lama, Sucitra, menuturkan bahwa upaya mendelegitimasi Rtb. Bambang Wisanggeni sebagai Sultan Banten, merupakan salah satu bentuk penghilangan sejarah dari Banten.
“Sultan itu adalah sebuah simbol. Jika sultan ditiadakan, maka hilanglah sejarah kesultanan Banten itu sendiri,” ujarnya.
Menurutnya, gelar sultan merupakan gelar yang diturunkan secara turun temurun, kepada para putra mahkota. Hal tersebut, lanjutnya, juga berlaku bagi Rtb. Bambang Wisanggeni. Karena, Rtb. Bambang Wisanggeni merupakan keturunan dari Pangerang Timoer, selaku pewaris sah kesultanan Banten.
“Memang sebetulnya bukan Rtb. Bambang Wisanggeni yang merupakan pewaris kesultanan Banten. Namun karena dalam sejarahnya, Pangerang Surya Kumala selaku pewaris utama tahta Banten, melanggar perintah Sultan, maka dilimpahkan ke Pangeran Timoer, yang merupakan buyut dari Rtb. Bambang,” terangnya.
Namun, meskipun Rtb. Bambang Wisanggeni merupakan pewaris sah tahta kesultanan Banten, ia menuturkan bahwa Rtb. Bambang Wisanggeni harus memiliki pengakuan secara spiritual, dari para ulama besar Banten.
“Silahkan, datangi satu persatu ulama besar di Banten. Abuya Muhtadi, Abuya Munfasih, seluruh ulama besar di Banten. Agar nanti mendapatkan pengakuan dari mereka,” terangnya.
Sementara itu, Rtb. Bambang Wisanggeni saat dikonfirmasi oleh awak media mengatakan, dirinya tidak menjadikan putusan MA sebagai sebuah permasalahan. Karena menurutnya, keputusan tersebut tidak mempengaruhi fakta bahwa dirinya merupakan pewaris sah kesultanan.
“MA itu mengabulkan gugatan FDKB dan juga membatalkan seluruh putusan pengadilan. Bagi saya biasa saja, karena saya ini adalah pewaris sah dan bisa meneruskan Kesultanan Banten,” tuturnya.
Ia mengaku, baik MA maupun pengadilan lainnya, tidak memiliki kewenangan untuk memberhentikan Sultan. Menurutnya, putusan yang diambil oleh MA, merupakan sikap dari MA untuk tidak ikut campur dalam persoalan tersebut.
“Artinya mereka tidak ikut campur di urusan nasab ini. Karena kalau dukungan dari ulama dan kasepuhan, memang saya inilah penerus kesultanan. Enggak masalah bagi kita (mengenai putusan MA),” tegasnya.
Ia pun menegaskan bahwa dirinya tidak takut, terhadap ancaman pidana yang dialamatkan kepada dirinya. Karena menurutnya, hal tersebut hanyalah ketakutan dari FDKB akan kehilangan pengelolaan Kesultanan Banten.
“Salah saya dimana, orang menyebut saya Sultan, sah saja kan. Mereka hanya takut kehilangan pengelolaan makam maupun Kesultanan Banten,” tandasnya. (Nm/red)