SWISS – Sesuai dengan perundangan BPJS Kesehatan diberi kewenangan untuk mengembangkan model pembiayaan dan sistem pembayaran kepada fasilitas kesehatan. Implementasinya dituangkan dalam kontrak kerjasama dengan fasilitas kesehatan dengan harapan fasilitas kesehatan akan memberikan pelayanan yang lebih efektif, efisien namun mutu kualitas layanan kesehatan tetap terjaga. Hal tersebut diungkapkan Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, memberikan paparan dalam acara International Health Economics Assosiation (IHEA) Congress, di Basel Swiss, Selasa (16/07).
“Salah satu tantangan dalam penyelengaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) saat ini adalah bagaimana menyelaraskan antara anggaran (biaya) yang terbatas dengan tingginya angka pemberian pelayanan kesehatan. Pengembangan model dan sistem pembiayaan menjadi salah satu alternatif mengatasi tantangan tersebut. Saat ini metode pembiayaan yang digunakan dengan Kapitasi dan INA CBG’s dikembangkan ke model pembiayaan yang lebih efektif. BPJS Kesehatan diharapkan dapat lebih agile dan memiliki posisi tawar sebagai active strategic purchaser (belanja strategis),” ujar Fachmi.
Saat ini, tengah dilakukan improvement model dan sistem pembiayaan diantaranya Kapitasi Berbasis Komitmen Pelayanan (KBKP), hospital-value base, dan global budget. Kapitasi Berbasis Komitmen Pelayanan adalah sistem pembayaran kapitasi kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) berdasarkan pemenuhan atau pencapaian empat indikator yang diterapkan sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan peserta di FKTP. Adapun keempat indikator tersebut adalah angka kontak, rasio rujukan rawat jalan kasus non spesialistik, rasio peserta prolanis rutin berkunjung ke FKTP.
Untuk metode hospital-value base sistem pembayaran yang dinilai menggunakan indikator value yang mewakili kebutuhan pasien, pembayar, rumah sakit dan regulator. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dengan value yang baik dapat memperoleh insentif sedangkan jika memperoleh value yang tidak baik akan memperoleh disinsentif.
Sedangkan, metode global budget adalah cara pembayaran klaim ke rumah sakit berdasarkan kepada anggaran yang dihitung secara keseluruhan. Proses administrasinya pun terbilang mudah sehingga dapat meningkatkan kemampuan rumah sakit untuk membuat keputusan yang rasional dalam memaksimalkan sumber daya yang tersedia. Selain itu, ada semacam fleksibilitas bagi rumah sakit untuk melakukan realokasi biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan prioritas kebutuhannya.
Dalam kongres tersebut, hadir sejumlah pakar dan pemerhati pembiayaan kesehatan dari universitas dan institusi dunia, seperti Profesor Peter Bermann, pemerhati ekonomi kesehatan dari Harvard University dan dari Indonesia seperti Profesor Budi Hidayat, Profesor Hasbullah Tabrany, Dr Pratiwi Soewondo.
“Pengembangan model dan sistem pembiayaan fasilitas kesehatan juga merupakan bagian upaya implementasi strategi bauran kebijakan pengendalian defisit JKN. Namun, Untuk mengimplementasikannya memerlukan regulasi pendukung,” kata Fachmi. (Red)