SERANG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten menggelar rapat Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan daerah (Rapeda) tentang Rencana Zona Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) 2018-2038, di ruang rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Banten, Rabu, (17/7/19).
Dalam kesempatan itu, Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Helmy Nuddin Zein mengatakan, terdapat rencana pasir laut Banten akan ditambang untuk kegiatan reklamasi.
Adapun kebutuhan tersebut terdiri atas rencana perluasan Bandara Angkasa Pura II seluas 2.000 hektare. Untuk ketebalan rata-rata lima meter, sehingga diperkirakan kebutuhan pasir laut sebanyak 100 juta meter kubik. Selain itu, untuk rencana lanjutan reklamasi Teluk Jakarta seluas 2.500 hektare dengan ketebalan rata-rata lima meter. Diperkirakan membutuhkan pasir laut sebanyak 125 juta meter kubik.
“Rencana kegiatan reklamasi di wilayah industri di Kecamatan Bojonegara, Pulo Ampel dan Pulo Merak seluas 750 hektare dengan ketebalan rata-rata lima meter. Dengan demikian diperkirakan membutuhkan pasir laut sebanyak 37,5 juta meter kubik,” katanya.
Menurutnya, daerah pertambangan pasir laut saat ini lebih menguntungkan masyarakat setempat karena titik pengerukannya tidak mengganggu wilayah pesisir laut. Jika mengacu dari peraturan lama, wilayah pengerukan pasir laut di Banten cukup menyebar. Tidak hanya di Perairan Lontar hingga Pulo Merak, melainkan juga menyentuh Kawasan Pariwisata Anyer.
“Peta yang lama itu kita geser ke atas (utara Banten) supaya wilayah lain masih bisa jadi lokasi tangkapan nelayan,” katanya.
Dia menegaskan, bahwa pengerukan pasir laut masih sebatas rencana. Sehingga, peluang pengerukan itu tak dilakukan masih terbuka lebar jika dalam kajiannya justru dominan menunjukan dampak negatif untuk masyarakat. Akan tetapi, jika kekhawatirannya hanya sekedar faktor kerusakan lingkungan, pihaknya memastikan pemerintah sudah memiliki perencanaan untuk mengantisipasi hal tersebut.
Helmy berharap, Raperda tentang RZWP3K bisa segera disahkan menjadi perda. Dengan demikian, pemprov bisa segera melakukan penetapan terkait zonasi penambangan pasir laut.
“Pasir laut kemaren itu kan dibutuhkan untuk Teluk Jakarta, sekarang kan disetop semua, sudah berhenti. Makanya, sekarang kalau sudah ubah zonasinya, wilayah yang lama ini kita tutup. Setelah ditetapkan, ini sudah hilang dan bisa digunakan kembali untuk wilayah tangkapan ikan masyarakat,” tuturnya.
Ditempat yang sama, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta Soleh Ahmad menyatakan, pemerintah harus lebih fokus pada nelayan ketimbang pada rencana penambangan pasir laut. Pemerintah wajib menjamin kegiatan itu tidak menganggu wilayah tangkap ikan atau fishing ground nelayan.
Dirinya menilai, selama ini proyek penambangan pasir laut di Banten mayoritas malah membuat nelayan lokal tersingkirkan. “Kita memandang alokasi ruang hidup nelayan tuh masih terpinggirkan dalam daftar ini. Jangan sampai, kasus-kasus terhadulu seperti konflik antar nelayan dengan pemilik industri malah terjadi lagi,” katanya.
Dia menekankan, agar pemprov dalam setiap kebijikannya lebih mengakomodasi kepentingan nelayan. Kepentingan itu yang harus dimasukan dalam Raperda tentang RZWP3K. “Kegiatan pertambangan intinya harus menjami untuk kehidupan nelayan sekitar,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Pansus Raperda RZWP3K tahun 2018-2038 DPRD Banten Toni Fathoni Mukson mengatakan, dalam pembahasan raperda pihaknya akan mempertimbangkan seluruh masukan yang diterima. Setiap masukan akan dibahas dalam rapat selanjutnya.“Kita akan rapatkan, karena ini kan ada masukan-masukan, apa kekurangannya dan hal-hal lain. Kita akan bahas itu, supaya segera mengambil keputusan,” ujarnya. (Advertorial)