SERANG – Produktivitas padi di Kota Serang selama 5 tahun kebelakang mengalami penurunan. Pada tahun 2013 produktivitas padi mencapai di angka 6.37 Ton/Ha. Namun, pada tahun 2018 produktivitas padi hanya mencapai di angka 5.36 Ton/Ha.
Jika mengacu pada RPJMD 5 tahun yang lalu, Pemerintah Kota Serang melalui Dinas Pertanian, memiliki target produktivitas sebesar 7.15 Ton/Ha. Artinya, hal tersebut dalam capaian produktivitas padi masih jauh dari target yang ditetapkan.
Permasalahan tersebut pun juga berpengaruh pada ketersediaan pangan utama (Padi). Dalam 5 tahun terakhir, ketersediaan pangan utama juga mengalami penurunan.
Pada akhir 2013, tercatat ketersediaan pangan utama di Kota Serang mencapai di angka 196.16 persen. Namun, pada akhir 2018, ketersediaan pangan utama di Kota Serang hanya berada di angka 48.48 persen. Padahal, target ketersediaan pangan tersebut, berada di angka 85 persen.
Selain dari pada itu, musim kemarau yang saat ini sedang berlangsung di Indonesia khususnya di Kota Serang, juga ikut mempersulit keadaan. Terlebih, Bendungan Pamarayan salah satu penyuplai air terbesar saat ini sedang di tutup selama 3 bulan ke depan, terhitung dari bulan Juli ini.
Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran, serta memperburuk produktivitas Padi. Karena, terdapat potensi gagal panen apabila bendungan Pamarayan, tetap ditutup.
Kepala Dinas Pertanian, Edinata, membenarkan hal tersebut. Menurutnya, saat ini produktivitas Padi di Kota Serang memang belum sesuai target. Hal tersebut menurutnya dikarenakan peralatan dan fasilitas pertanian yang masih minim.
“Memang dalam hal ini, permasalahannya ada pada masih minimnya peralatan serta sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan pertanian,” ujarnya melalui sambungan telfon, Selasa (30/7).
Disisi lain, pola penanaman padi yang tidak serentak pun menurutnya juga dapat mengakibatkan produktivitas terhambat. Sehingga, ketidakserentakkan tersebut mengakibatkan perbedaan perhitungan.
“Jadi penurunan angka produktivitas juga karena para petani melakukan pola penanaman padi yang tidak serentak,” katanya.
Edinata juga mengatakan, saat ini pihaknya sedang waspada dengan datangnya musim kemarau. Sebab, menurutnya tingkat produktivitas padi, sangat tergantung pada ketersediaan air.
“Memang saat ini kekeringan ini masih dalam tingkat waspada ya. Jadi belum masuk pada kekeringan benar-benar kekeringan. Masih belum masuk tingkat kekeringan ringan, sedang, berat,” ucapnya.
Ditutupnya bendungan Pamarayan Barat, kata Edinata, juga menjadi tantangan terberat pihaknya, dalam meningkatkan produktivitas pertanian, khususnya padi. Sebab, jika bendungan Pamarayan Barat tetap ditutup, dikhawatirkan dapat mengakibatkan gagal panen.
“Kalau bendungan ini tidak dibuka, palingan yang berhasil tanamannya itu cuma sekitar 1.700 Ha. Sedangkan, lahan kita di Kasemen aja 3.500 Ha. Tidak ada setengahnya. Jadi kalau bendungannya tetap ditutup hingga 2020, gagal sudah,” tuturnya.
Dirinya pun mengakui penurunan produktivitas padi, juga dikarenakan banyaknya pengalihan fungsi lahan tani, menjadi lahan industri maupun perumahan.
“Saat ini yang dikunci kan hanya Kasemen. Kalau yang lainnya, seperti Walantaka, Serang, Cipocok, itu banyak perusahaan. Makanya kalau bisa Perda mengenai Perlindungan Lahan Pertanian, harus segera direalisasikan,” tegasnya. (Nm/red)