SERANG – Sikap sebagian muslim di Banten hususnya dipandeglang mengaitkan gempa dengan azab sebab banyaknya maksiat, klaim tersebut tidak mendasar. Dalam menilai sesuatu, kiranya harus disertai dengan ilmu. Demikian hal itu diungkapkan oleh Sarjana S1 Ilmu Hadis UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Azis Arifin Sabtu,(3/8/2019)
Azis yang juga merupakan Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia itu juga mengungkapkan, bahwa secara ilmiah Indonesia memang negara rawan gempa bumi dan ini bisa dirasionalkan.
“Indonesia merupakan negara yang dikelilingi oleh cincin api pasifik (ring of fire), hal tersebut mengakibatkan sebagian wilayah di Indonesia rawan terjadi gempa bumi, tsunami dan bahkan letusan gunung berapi, Ini ilmiah dan dapat dirasionalisasikan,” ungkapnya.
Dirinya menyesalkan pemahaman bahwa gempa bumi yang sering terjadi ini dikaitkan dengan semata-mata azab, seandainya begitu, negara yang terkenal banyak maksiat kenapa sejahtra.
“Namun sangat disayangkan, sebagian masyarakat acap kali mengaitkannya dengan teologis, seperti azab dari Tuhan karena banyaknya maksiat dan anggapan-anggapan lain yang keluar dari konteks bencana itu sendiri, jika hal itu dibenarkan, maka pertanyaan yang muncul adalah mengapa negara-negara yang terkenal maksiatnya justru super sejahtera?,” tuturnya.
Lebih jauh ia memaparkan, dengan mengutip Salah satu hadis riwayat Imam Bukhari, bahwa menumbuhkan rasa kemanusiaan lebih baik dibanding dengan mengutuknya.
“Telah bercerita kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Sumayya dari Abu Shalih dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Syuhada’ (orang yang mati syahid) ada lima; yaitu orang yang terkena wabah penyakit Tha’un, orang yang terkena penyakit perut, orang yang tenggelam, orang yang tertimpa reruntuhan bangunan dan yang mati syahid di jalan Allah”. (HR. Bukhari No. 2617)
Ia berharap, dalam menyikapi persoalan bencana harus berempati dan mengulurkan bantuan, berbaik sangka kepada Allah, sebab segala kejadian telah dimaktubkan Allah di lauhil mahfudznya.
“Jika kita perhatikan secara seksama, orang yang meninggal karena tertimpa reruntuhan bangunan, orang yang meninggal dengan tenggelam, mereka tergelari dengan gelar syahid. Lebih jauh dari itu, menumbuhkan rasa kemanusiaan lebih baik dibanding dengan mengutuknya,” ujarnya.
“Saya berharap, masyarakat dalam menyikapi bencana ini, senantiasa berempati, mengulurkan bantuan semampunya, menjauhi buruk sangka kepada Allah dan senantiasa berwaspada terhadap segala sesuatu. Karena sakit, kecelakaan lalu lintas, bangkrut bahkan gempa bumipun seluruhnya telah dimaktubkan Allah di lauhil mahfudznya,” pungkasnya.
(Adi/red)