Oleh: Rusmini (Mahasiswi STEI SEBI Depok)
Semakin berkembangnya teknologi, maka semakin maju pula peradaban manusia pada saat ini. Dari mulai ditemukannya pesawat terbang pertama kali oleh Wright bersaudara hingga telepon genggam yang super canggih untuk mempermudahkan segala jenis aktivitas manusia. Tak terkecuali di bidang ekonomi.
Jika dulu untuk bertransaksi harus bertemu antara penjual dan pembeli dan dibayar secara cash maka saat ini antara penjual dan pembeli hanya bertemu lewat telepon genggam atau secara online dan uang bisa masuk kedalam rekening kita dalam hitungan menit meski tanpa kita lihat dan pegang secara langsung. Lebih dari itu kita tak perlu membawa banyak uang untuk bertransaksi atau belaja dengan jumlah yang banyak. Dengan satu kartu bisa menampung miliaran uang dengan lebih efisien dan anti ribet.
Segala jenis transaksi menjadi lebih efisien dengan adanya kemudahan yang diberikan oleh pihak bank melalui kartu kredit. Dalam dunia modern seperti sekarang, seseorang yang tidak mampu membeli rumah secara tunai bisa membelinya secara kredit melalui bank yang disebut KPR (kredit pemilikan rumah). Dengan menyediakan uang muka (DP) seseorang sudah bisa memliliki rumah idamannya, selanjutnya mereka hanya perlu mencicil setiap bulannya serta bunga yang ditawarkan oleh pihak bank sendiri.
Hal tersebut menjadi sesuatu yang tengah diminati masyarakat Indonesia, bahkan tak sedikit yang menganggapnya sebagai kebutuhan gaya hidup manusia modern. Memiliki rumah serta mobil mewah yang mereka impikan dalam waktu singkat.
Namun banyak hal yang harus kita perhatikan selaku umat muslim,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah sepaya kamu mendapatkan keuntungan.” (QS. Al-Imran :130)
Dalam konsep islam jika seorang meminjam uang 10 juta maka dia harus mengembalikan dengan nominal yang sama yaitu 10 juta, jika ada penambahan maka itu disebut sebagai riba. Dalam kasus KPR, bank berfungsi sebagai pihak pembantu tetapi pada hakikatnya pihak bank mencari keuntungan dengan menambahkan biaya yang dicicil oleh sipembeli rumah. Jika harga rumah 100 juta maka harus membayar kepada pihak bank menjadi 250 juta jika diangsur selama sekian tahun sesuai kesepakatan.
Seringkali orang merasa bangga jika mampu membeli rumah atau mobil dengan cara kredit pada suatu bank, padahal hal tersebut dilarang serta merugikan pihak pembeli itu sendiri. Lalu bagaimana solusinya? Kita bisa pergi ke bank syariah yang juga menyediakan produk KPR syariah yang transaksinya tidak menggunakan bunga, tetapi dengan cara jual beli halal yang disebut Ba’i al Murobahah li al Amir bi as Syira.
Didalam Al-Qur’an sendiri ada sekitar 4 surah yang menerangakan tentang pelarangan riba namun hanya sedikit yang mengerti dan faham akan dosa dan bahaya yang ditimbulkan dari riba itu sendiri. Bahkan riba sudah menjadi makanan sehari-hari masyarakat Indonesia dan menjadikannya sebagai sesuatu yang patut dibanggakan.
Beda hal dengan larangan Zina dan larangan khamr, masyarakat Indonesia tentu saja menghindari hal tersebut karena dosa besar dan merasa malu ketika melakukannya dan diketahui orang lain, bahkan sampai dikucilkan oleh masyarakat. Padahal ayat tentang pelarangan riba lebih banyak dari pada pelarangan zina dan khamr, namun mengapa masyarakat Indonesia malah menganggap riba sebagai sesuatu hal yang keren tanpa merasa malu sedikitpun?
Itulah mengapa perbankan syariah hadir untuk menyeimbangi dan mengubah pola fikir manusia khususnya masyarakat Indonesia untuk berhati-hati dalam setiap transaksi muammalah. Dengan adanya dua produk yang sama yang ditawarkan oleh pihak bank konvensional dan pihak bank syariah tinggal membuat kita memilih, ingin transaksi yang diridhai oleh Allah atau yang dimurkai oleh Allah.
Di dunia ini taka ada yang sempurna begitupun dengan perbankan syariah. Namun adakalanya kita harus memilih sesuatu yang mengandung paling sedikit mudhorotnya bagi manusia. Karena kalau bukan kita yang memajukan ekonomi islam, siapa lagi?