Oleh : Agus Jabo Priyono
(Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik)
Proklamasi 17 Agustus 1945 memberikan dua amanat kepada Bangsa Indonesia : pertama, mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasar Pancasila, yang kedua, mewujudkan masyarakat adil makmur, lahir batin.
Negara Kesatuan sebagai wadah dalam mewujudkan masyarakat adil makmur, seringkali dipahami hanya semata-mata mempertahankan WILAYAH dengan pendekatan TERITORIAL dari Sabang sampai Merauke, dengan slogan NKRI harga mati. Pandangan ini adalah pandangan yang sudah usang dan tidak akan mampu menjawab persoalan masyarakat serta perkembangan zaman.
Maka harus ada perubahan konsep nasionalisme, yaitu nasionalisme yang menjunjung tinggi kemanusiaan, keadilan serta kemakmuran (Sosio Nasionalisme).
Sedangkan masyarakat adil makmur bisa terwujud apabila kedaulatan, kemandirian serta berkepribadian, benar-benar ditegakkan, kita tidak bisa hidup terus menerus bergantung kepada modal asing, bergantung kepada liberalisme.
Karena hakekat kemerdekaan adalah memotong dominasi kapitalisme, termasuk ketergantungan terhadap modal asing (imperialisme), kita harus berani memperkuat pilar ekonomi nasional (dengan Pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan kontitusinya), yaitu BUMN, Koperasi dan Swasta Nasional (Sosio Demokrasi).
Secara historis hal ini sudah terbukti bahwa bangsa Indonesia tidak bisa tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan ekonomi nasional karena dominasi modal asing tersebut, dan dominasi modal asing ini akan terus menimbulkan polarisasi serta perlawanan rakyat dengan bangkitnya populisme (SI).
Para Pendiri bangsa kita telah meletakkan Pancasila sebagai filosofi, sebagai dasar, sebagai pegangan sekaligus sebagai bintang arah bagi bangsa, (bagi kepemimpinan nasional), maka dalam berdemokrasi prinsip-prinsip seperti : Ketuhanan, Kemanusiaan serta Keadilan, harus ditegakkan dalam menjaga marwah kepentingan nasional, dan berani bersikap tegas menolak liberalisme, kapitalisme dan imperialisme.
Jadi konsep Kepemimpinan Nasional (mau koalisi atau mayoritas tunggal) adalah sebagai pelaksana kehendak rakyat (HIKMAH Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan), bukan kehendak dari satu golongan, bukan kehendak segelintir orang kaya, menjadikan kepentingan nasional sebagai hal utama, atas dasar persamaan hak politik, hak kewarganegaraan, hak sosial ekonomi dan sosial budaya, yang dirumuskan dalam program yang sistematis, terarah serta berkesinambungan, tidak lain hanya untuk mewujudkan masyarakat yang adil makmur.
Indonesia semua untuk semua!