SERANG – Penolakan Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) masih terus berlanjut. Atas dasar hal tersebut, mahasiswa yang tergabung dalam Serikat Mahasiswa Sosialis Demokratik (SWOT) menggelar acara diskusi publik bersama beberapa organisasi masyarakat seperti Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Riung Hijau dan nelayan Banten.
Dengan adanya Reperda RZWP3K tersebut, ruang hak-hak nelayan akan terampas dengan adanya Perda tersebut. Demikian hal itu dikatakan oleh Ketua Bidang Organisasi dan Pengkaderan DPP KNTI Sugeng Nugroho, “Saya kira kawan-kawan nelayan di Banten itu realistis kalo memang berupaya untuk tidak diterbitkan tentang Perda zonasi itu. Karena, kawan-kawan di Banten itu kita dengar dari pernyataan mereka itu sangat terganggu, otomatis akan terancam ruang mata pencaharian mereka,” ujarnya seusai mengisi acara dialog publik.
Sugeng mengatakan, hal yang paling mendasar dari permasalahan tersebut adalah menyempit ruang nelayan dengan adanya Perda tersebut.
“Hal yang paling mendasar adalah menyempitnya ruang nelayan yang dilakukan oleh investor, pemerintah dengan mereklamasi pantai-pantai di Banten, ini akan berakibat fatal oleh nelayan. Karena, nelayan ini harus berfikir, bukan sekedar dia melakukan penangkapan yang lebih jauh, tetapi nelayan kesulitan untuk bersandar, berlabuh dan sebagainya,” katanya.
“Belum lagi kalo reklamasi itu berdiri bangunan-bangunannya yang diinginkan oleh para pelaku bisnis. Artinya, semakin menyempit ruang mereka, hingga rumah-rumah nelayan itu akan membelakangi laut. Seharusnya, nelayan melaut itu tidak terhalang apapun, sehingga beberapa meter dari rumah nelayan itu bisa nyampe ke perahu dan nyampe kelaut, kemudian bisa melakukan kegiatan menangkap ikan,” sambungnya.
Lanjut Sugeng, Perda tersebut juga akan memberikan ruang bagi investasi pertambangan yang akan dilakukan di laut sebagai produksi pertambangan, “Tidak hanya didarat, kemungkinan dilaut pun akan dipakai sebagai produksi pertambangan,” ujarnya.
Sampai sejauh ini, kata Sugeng, keterlibatan nelayan terkait Raperda RZWP3K ini tidak pernah dilibatkan.
“Nelayan itu bagian dari warga Indonesia, dan mempunyai kepentingan juga. Perda ini bisa diuji sama nelayan dan tentu, nelayan ini akan memberikan masukan, mana diperuntukkan pertambangan, mana diperuntukkan untuk industri. Jangan sampai ruang yang dipakai untuk nelayan secara turun temurun itu tidak boleh diganggu,” pungkasnya.
Sementara itu, Pegiat Lingkungan Titin Kholawiyah mengatakan, saat ini Raperda RZWP3K di Banten akan disahkan. Dalam Raperda tersebut menurutnya pihaknya mencatat dua hal yang memprihatinkan bagi kelangsungan ekosistem dan kehidupan masyarakat pesisir.
“Pertama terdapat delapan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) tetapi didaerah kami (Bojonegara) tidak dicantumkan, yakni PPI Terate di Terate, PPI Wadas, PPI Pasar Desa/Lumalang, PPI Kepuh, PPI Kali Nyamuk, PPI Cikubang, PPI Grenyang, PPI Ambaru,” katanya.
Sementara itu kata Titin, Pulau-pulau kecil diwilayahnya pun tidak tercantum dalam Perda tersebut.
“Ada enam pulau-pulau kecil yang tidak tercantum di wilayah kami, yakni Pulau Kemanisan, Pulau Tanjung Bajo, Pulau Cikantung, Pulau Tarahan, Pulau Kali dan Pulau Salira,” tuturnya.
Titin mengatakan pihaknya meminta kepada pemerintah, demi keadilan masyarakat pesisir Teluk Banten untuk:
- Memberikan akses laut pada masyarakat pesisir dengan adil
- Tidak menghilangkan PPI-PPI yang ada
- Tidak menghilangkan enam pulau di Teluk Banten yang eksistensinya memang sudah hampir menyatu dengan aktivitas massif reklamasi perusahaan disekitar pulau.
- Tidak memberikan izin kepada perusahaan untuk mengelola pulau-pulau kecil yang ada di Teluk Banten sebagai lahan industri diluar perikanan kecuali sebagaimana amanat UU No 1 Tahun 2014 Pasal 23 ayat 2 yakni Konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budi daya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari, pertanian organik dan atau pertahanan dan keamanan negara.
- Pemberdayaan dan pendampingan masyarakat pesisir Teluk Banten sebagai bagian tak terpisahkan dari semangat pembangunan negara maritim yang telah dicetuskan oleh Presiden Jokowi
- Pelibatan masyarakat pesisir dan nelayan sebagai salah satu stakeholder dalam setiap pembangunan wilayah pesisir.
(Nahrul/red)