Oleh: Agus Hiplunudin
(Dosen STISIP Setia Budhi-Banten)
Sebuah ungkapan beredar penuh petuah; ‘suara rakyat adalah suara Tuhan’ begitu pula anggota DPRD Provinsi Banten mereka bekerja mewakilan suara rakyat dan jika ditarik konklusi; berarti anggota DPRD mewakili suara Tuhan. Pada 19 Agustus 2019 bertempat di Pendopo Gubernur Banten, Kawasan Pemerintahan Provinsi Banten, Kota Serang; Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) menerima dokumen penting dari KPU Banten, adapun dokumen tersebut berisi 85 nama anggota DPRD Provinsi Banten terpilih masa jabatan 2019-2024.
Pada hari itu juga dokumen tersebut diproses ke Menteri Dalam Negri (Mendagri) guna pelaksanaan pelantikan yang direncanakan akan digelar 2 September 2019. Adapun dari 85 kursi, Partai Gerindra memperoleh kursi terbanyak yakni 16 kurai, disusul PDI Perjuangan yang mendapat 13 kursi, lalu Partai Keadilan Sejahtera serta Partai Golkar yang sama-sama memperoleh 11 kursi.
Parlemen provinsi atau DPRD Provinsi merupakan lembaga terhormat yang mewakili suara rakyat di daerah, berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah serta salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah di samping pemerintah daerah. Sehingga DPRD memiliki fungsi utama yaitu: Pertama, fungsi legislasi, yaitu membentuk peraturan daerah; Kedua, fungsi anggaran, yaitu menetapkan anggaran; Ketiga, fungsi pengawasan, yaitu melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Fungsi-fungsi tersebut haruslah dijalankan sepenuh hati dengan segenap usaha yang keras sehingga roda pemerintahanpun bergerak sesuai dengan cita-cita rakyat.
Lembaga legislatif memiliki peranan yang strategis untuk menerjemahkan keinginan masyarakat, dalam hal ini seorang filsuf asal Parcis bernama Montesquieu dalam bukunya yang berjudul Spirit of Low memposisikan lembaga legislatif bagian dari konsep trias politika yang terdiri dari pembagian 3 kekuasaan yaitu eksekutif bertanggung jawab menjalankan undang-undang, legislatif berkewajiban meramu atau membuat undang-undang dan yudikatif berkewajiban menegakkan hukum. Montesquieu percaya bahwa ketiga lembaga tersebut haruslah berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing sehingga roda pemerintahan bergerak sesuai dengan semangat bangsa, spirit of nation.
Jika lembaga legislatif tidak berfungsi maka akan melahirkan pemerintahan yang despotik atau tiranik yakni pemerintahan yang dijalankan secara sewenang-wenang oleh sekelompok elite eksekutif; raja jika dalam monarki dan presiden jika dalam republik biasanya di daerah disebut bupati di tingkat kabupaten dan gubernur di tingkat provinsi. Lembaga legislatif ini melakukan checks and banlances memastikan bahwa anggaran yang disalurkan telah sesuai sasaran, program yang diawasi telah berjalan sesuai dengan undang-undang, dan undang-undang yang dibuat telah sesuai dengan cita-cita rakyat. Jika melihat fungsi-fungsi legislatif tersebut jelas kentara ia mewakili suara rakyat. Konsep wakil rakyat dan rakyatnya terbagi dari beberapa pase.
Pada pase pertama diistilahkan zaman purba manusia hidup berkelompok mereka berpidah dari satu tempat ke tempat lain sehingga pemimpin yang tercipta diistilahkan dengan primus inter pares yakni pemimpin ditentukan secala kolektif berdasarkan kemampuan yang dimilikinya, dalam zaman ini biasanya kemampuan tersebut yakni keahlian berperang atau kekuatan menaklukan koloni-koloni lain. Pada pase pertama manusia belum mengenal negara dan hukum yang berlakupun yakni hukum rimba; siapa yang kuat dialah pemenangnya.
Selanjutnya pase kedua pada pase ini manusia telah mengenal hidup menetap hak milik pun mulai dikenal, akan tetapi hak milik tersebut seringkali menjadi permasalahan dan orang-orang berperang kerenanya.
Pada pase ketiga manusia mulai sadar untuk melindungi hak milik diperlukan seperangkat aturan (hukum) dan dalam penjaminan hukum diperlukan organisasi sosial dalam bentuk sempurna disebut negara. pase ketiga manusia melakukan pengorganisasian dan kontrak sosial. Kontrak sosial inilah yang dikemudian hari melahirkan struktur negara modern trias politika ala- Montesquieu.
Dalam berdemokrasi yang menentukan pemimpinnya adalah rakyat itu sendiri melalui kontrak sosial yang lazim disebut pemulu (Pemilihan Umum). Begitu pula anggota DPRD Provinis Banten Periode 2019-2024 terligitimasi kekuasaannya melalui kontrak sosial atau pemilu tersebut. Sehingga kewajiban anggota DPRD merefleksikan kinerjanya demi terwujudnya cita-cita rakyat yang dipimpinnya. Anggota DPRD memiliki kewenangan meramu atau membuat peraturan daerah yang akan diterjemahkan dalam kebijakan publik selanjutnya dimplementasikan oleh eksekutif dan dikontrol dengan seperangkat hukum oleh yudikatif.
Ketika September 2019 diadakan pelantikan anggota DPRD Provinsi Banten maka rakyat Banten berhak mengekpresikan kehendaknya; jika ada yang ingin merefleksikan penyambutan pelantikan dengan cara mengelu-elukan wakil rakyat yang diusungnya maka lakukanlah hal itu. Namun, jika ingin merefleksikan melalui jalur demonstrasi maka berdomostrasilah tentunya dengan tertib dan bertujuan baik demi terselenggaranya pemerintahan yang bersih dan anti korupsi. Berdemokrasi artinya warga negara boleh berekspresi menyuarakan tuntutan-tuntutan dan kehendak-kehendaknya pada pemimpin yang telah dipilihnya; pro dan kontra dalam demokrasi merupakan nyawa keselarasan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Pelantikan anggota DPRD Provinis Banten harus disambut dengan meriah, dengan cara demonstrasi tidak terkecuali. Sebelum berdemonstrasi baiknya membuat rilis yang hendak disampaikan kepada para wakil rakyat yang terhormat. Tentunya para wakil rakyat akan menyambut gembira suara lantang dari rakyat yang telah memilihnya.
Setelah pelantikan maka anggota DPRD akan melaksanakan kewajiban dan kewenangannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Anggota DPRD mengontrol kinerja eksekutif atau kepala daerah agar kepala daerah bekerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Begitu pula DPRD kinerjanya harus dikontrol oleh rakyat agar para wakil rakyat tidak berkhianat pada rakyat yang telah memilihnya.
Adapun pengontrolan wakil rakyat oleh rakyatnya bisa dilakukan secara personal maupun secara kelompok dengan cara audiensi maupun dengan mendemonstrasi. Namun, kelaziman di era reformasi sekarang ini audiensi dan demonstari merupakan jalan yang banyak dipilih.
Sebab audiensi dan demonstrasi keberlangusangannya dijamin oleh konstitus dan ciri khas negara demokrasi yakni menyuarakan kepentingan secara berserikat dan berkelompok artinya siapa saja yang melarang berserikat dan berkelompok dialah penghianat konstitusi dan demokrasi yang sesungguhnya.
Sebagai bangsa Indonesia yang kaya akan budaya, sopan-santun, dan kesusilaan. Hendaknya dalam berorganisasi, beraudiensi, dan berdemonstrasi memperhatikan nilai-nilai bangsa yang toleran, cinta damai, serta anti kekerasan. Refleksi hubungan antara wakil rakyat dan rakyat—merupakan kasih sayang bukan permusuhan. Kepada para wakil rakyat cintailah rakyatmu sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri.