Oleh: Aank Ahmed (Ketua PCM/Pemerhati Sosial)
Updatenews – Sebenarnya, trotoar yang sering disalahgunakan tidak hanya terjadi di Pandeglang bahkan dibeberapa kota besar hak-hak pejalan kaki selalu terabaikan bahkan tidak pernah menjadi perhatian publik. Di beberapa daerah Kab/Kota tetangga pun sama lainnya, pedestrian masih menjadi prioritas kedua. Di kota-kota besar yang banyak memakai penggunaan sepeda motor dan tingkat kemacetan tinggi, di sana tidak ada prioritas bagi pejalan kaki.
Pedestrian adalah trotoar yang diperuntukkan bagi pejalan kaki untuk menikmati nuansa bangunan perkotaan dan taman-taman Kota / Kabupaten. Pedestrian menjadi indikator pokok bagi kemajuan peradaban dan pembangunan kota masa depan. Faktanya banyak pedestrian menjadi lahan parkir mobil atau sepeda motor, menjadi lahan pedagang kaki lima berjualan dagangannya. Hal ini menimbulkan rasa tidak nyaman bagi pejalan kaki maupun untuk para difabel tunanetra. Pedestrian yang salah peruntukan dan fungsinya akan mempersempit lebar jalan dan akhirnya menambah kemacetan jalan raya.
Contoh kasus, Pembuatan Shelter di depan Rutan Pandeglang, yang melanggar hak asasi pejalan kaki, kawasan pedestrian dijadikan kawasan perpakiran, shelter tunggu .sehingga mengganggu kenyamanan. Pedestrian itu dibuat untuk meningkatkan keselamatan pengguna jalan pejalan kaki. banyak kasus pejalan kaki meninggal gara-gara diserempet, ditabrak dari belakang dll.
Pemkab terutama Dishub sebaiknya melakukan kaji ulang peruntukan shelter tersebut yang menduduki kawasan sepanjang pedestrian, dan menertibkan kawasan parkir sepanjang kawasan pedestrian sehingga nyaman dilihat mata, pejalan kaki menjadi nyaman untuk berjalan-jalan. Semua pembangunan pedestrian menjadi kebutuhan pokok untuk mengurangi kemacetan, mengurangi polusi udara dan mempermudah kerja polisi untuk mengatur lalu lintas di masa depan.
Potret diatas hanyalah sebagian kecil dari problem fasilitas publik yang belum ramah terhadap publik. Trotoar mestinya adalah hak Pedestrian (Pejalan Kaki). Akan tetapi, karena lalai, dan abai dalam pelaksanaannya. Maka fungsi trotoar menjadi tak jelas arah, Padahal trotoar menjadi bagian penting dalam memenuhi hak warga dan termasuk memperlancar arus lalu lintas.
Akan tetapi, pemerintah seharusnya memiliki perencanaan yang matang dan pengawasan yang intens. Serta tegas atas pelanggaran yang terjadi saat trotoar di “alih fungsikan”. Seperti lahan parkir, tempat mangkal PKL, atau berkumpulnya pemulung dan gepeng.
Pemerintah juga harusnya melibatkan partisipasi masyarakat pengguna termasuk perkumpulan disabilitas. Bukan malah membangun trotoar tanpa ada keterlibatan semua pihak yang berkompeten. Akhirnya saat selesai malah tidak dapat termanfaatkan
Sebenarnya sudah banyak aturan yang melindungi hak hak pejalan kaki. Seperti : UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan
Salah satu substansi yang mengatur dapat kita lihat pada Pasal 106 ayat (2) UU 22/2009, yang mana pengemudi kendaraan bermotor wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki.dan hal ini perkuat oleh PP 34 Tahun 2006, Pasal 34 ayat (4) bahwa trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.
Selain itu. Wajib ada sosialisasi kepada publik akan pentingnya fungsi trotoar. pemerintah hendaknya membuat perencanaan yang matang dan mengambil tindakan tegas apabila ada yang melanggar atau menyalahgunakan fungsi trotoar
Di tingkat warga sebaiknya juga berani memperjuangkan hak hak pelayanan publiknya di ruang publik termasuk hak pejalan kaki. Sebab, Karena belum adanya kesadaran, pemahaman dan keberanian maka fungsi trotoar menjadi tak bermakna dan membuat wajah pelayanan publik kita tidak indah dan jauh dari kesan ramah.
Semoga trotoar dapat menjadi salah satu indikator seberapa pedulinya pemerintah akan ruang publik dan sejauh mana warga dihargai dalam menjalankan nadi kehidupannya atau mendapatkan hak layanan publik terbaik di tengah problem perkotaan yang semakin berat.