SERANG – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten terus mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan lahan SMA/SMK pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten tahun anggaran 2018.
Kali ini Kejati Banten memeriksa empat orang saksi untuk proyek senilai Rp89 miliar tersebut mulai dari mantan Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Banten Joko Waluyo, Pujo Laksana dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rizal S Djafar dari Dindikbud Banten, dan saksi ahli dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Banten Bambang.
“Benar, hari ini merupakan lanjutan pemanggilan saksi-saksi untuk perkara yang sama (pengadaan lahan SMA/SMK),” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Banten Holil Hadi ditemui di kantor Kejati Banten, Kamis (29/8/2019).
Sementara itu, Mantan Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten Joko Waluyo menjelaskan, mulanya Pemprov Banten berencana mengadakan lahan SMA/SMK di 10 titik. Rencana pengadaan lahan itu kemudian dianggarkan pada APBD 2018 senilai Rp89 miliar.
“Informasi dari TAPD tidak berkenan eksekusi (10 titik). Pak Mahdani meminta saya agar menghadap Pak Gubernur,” kata Joko.
Kesibukan Gubernur Banten membuat Joko sulit menemui mantan wali kota Tangerang tersebut. “Belum berhasil karna bapak sibuk, kalau saya mau eksekusi juga khawatir karna pembayaran tagihan apraesial banyak menghambat dari target 10 lokasi dengan pagu 56 miliar, kala dilajutkan bisa terealisasi lima lokasi, dan menyerap 56 miliar 97 persen,” katanya.
Pada saat menuju proses pembayaran lima titik lahan, Gubernur Banten Wahidin Halim mencopot Joko di tengah jalan tepatnya pada 26 Desember 2018. Dari situlah ia menyatakan tidak mengetahui akan adanya pembatalan pembayaran lima titik yang sudah ditanda tangani.
“Inikah proses menuju pembayaran, saya tidak berani eksekusi kalau beliau (Wahidin Halim), tidak mau komentar, memutuskan atau mengajak diskusi saya. Sebelumnya saya sudah mengirim pesan kepada beliau meminta arahan dan melaporkan progres pekerjaan pengadaan lahan,” tandasnya.
(Adi/red)