PANDEGLANG – Sekretaris daerah Pery Hasanudin mengatakan perubahan fundamental tata kelola tenaga kerja Indonesia (TKI) menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI), harus di ikuti pula dengan perubahan secara mendasar terhadap keamanan dan perlindungan pekerja. Demikian dikatakan Sekretaris daerah Pery Hasanudin saat menghadiri Rapat Koordinasi Teknis pencegahan terhadap penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Ilegal di Oproom Setda, Kamis (12/09/19).
“Perubahan nama TKI menjadi PMI tentunya harus di sertai dengan peningkatan keamanan dan hak perlindungan, diantaranya perlindungan sebelum bekerja, perlindungan selama bekerja dan perlindungan setelah bekerja, ketiga hal inilah yang menjadi prioritas,”ungkapnya.
Sekda juga berpesan agar pekerja yang dikirim ke luar negeri harus melalui prosedur sesuai dengan aturan yang ada. Agar para pekerja migran bisa terdata oleh pemerintah.
“Kalau ada apa-apa, Pemerintah dengan mudah melacak datanya, sementara yang tidak sesuai prosedur, Pemerintah akan kesulitan jika terjadi suatu permasalahan, “ujarnya.
Sementara itu, Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Serang Ade Kusnadi mengatakan, pihaknya saat ini tengah memperkenalkan istilah baru pengganti nama Tenaga Kerja Indonesia (TKI) menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) hal tersebut sesuai Undang- undang Nomor 18 Tahun 2017.
“Perubahan tata kelola tenaga kerja Indonesia (TKI) yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017, harus di ikuti oleh perubahan terhadap pendekatan pola kerja dan mindset,”ungkapnya.
Menurut Ade, keutamaan Undang- undang tersebut dibanding undang – undang sebelumnya adalah adanya desentralisasi perlindungan TKI, dimana pemerintah daerah dituntut dan diberi peran besar untuk mengurus dan melindungi TKI sejak perekrutan, Hal ini diwujudnyatakan dengan pembangunan pelayanan satu atap pelayanan TKI di seluruh Kabupaten dan Kota.
“Oleh karena itu harus menjadikan Pekerja Migran Indonesia (PMI) betul-betul menjadi aset Pemerintah,”tandasnya. (Aldo)