SERANG – Sejumlah Mahasiswa yang tergabung dalam Serikat Mahasiswa Sosialis Demokratik (SWOT) Unversitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten gelar aksi demonstrasi, tolak revisi UU KPK, tolak RKUHP, tolak revisi UU Pertanahan, tolak revisi UU sumber daya Air. Aksi berlangsung di depan kampus UIN Banten, Sabtu (21/9/2019).
Koordinator aksi, M. Jejen mengatakan bahwa kedaulatan rakyat merupakan ajaran dari demokrasi dimana kekuasaan tertinggi dalam negara ditangan rakyat. Rakyatlah yang memegang kekuasaan negara, sehingga pemerintahan negara berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Jadi yang memiliki kedaulatan suatu negara adalah rakyat.
“Setiap orang berhak untuk mempuyai,mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalu media cetak maupun media elektronik dengan memperhatikan nilai nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa” katanya.
Amanah reformasi, Sambung Jejen, yang membuka keran demokrasi kini dicabik-cabik oleh hegemoni oligarki yang mengkerdilkan kemerdekaan, persamaan kedudukan dimuka hukum hanyalah omong kosong yang usang, kekacauan republik dibawah kekuasaan rezim saat ini terlihat masiff, korupsi, kolusi, nepotisme menjelma dalam hegemoni rezim.
“Setelah kita menyaksikan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengusulkan revisi UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (selanjutnya UU KPK) sekejap mata di ketuk tanpa melihat suara rakyat, semua rakyat menilai bahwa revisi UU KPK berpotensi mereduksi kekuatan KPK dalam menjalankan amanat reformasi dengan munculnya pasal-pasal yang bermasalah, beberapa pasal yang dimuat adalah titipan penguasa untuk melanggengkan kekuasaanya,” sambung Jejen.
Lanjut Jejen, babak baru korupsi akan dimulai dibawah tampuk oligarki, kita tahu bahwa menghilangkan independensi KPK berarti membuka ruang terciptanya intervensi eksekutif dalam pengusutan kasus korupsi.
“Yang menjadi becana adalah kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum tidak lagi independen, sebab berada pada cabang kekuasaan eksekutif. Para pegawainya pun menjadi bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tunduk pada peraturan kepegawaian pemerintah ” lanjutnya.
Lebih jauh aktivis SWOT UIN Banten ini menjelaskan persoalan lain tentang rancangan Undang-Undang Pertanahan (RUU Pertanahan) awalnya diharapkan dapat menjawab berbagai persoalan dan konflik agraria yang terjadi di Indonesia, alih-alih menyelesaikan konflik agraria, ternyata UU ini melengkapi liberalisasi tuan tanah yang bermuara pada koorporat raksasa. “Hal ini terindikasi masih terdapat banyak permasalahan substansi dalam RUU Pertanahan ini yang dapat kontra-produktif dengan beberapa pasal dalam UU tersebut,” jelasnya.
Begitupun dengan demikian revisi UU sumber daya air, Papar Jejen, menjadi rencana pemerintah, hal ini akan mengkebiri rakyat untuk mendapatkan hak atas air dan lain sebagainya. “UU ini akan bermuara pada privatisasi air yang akan menjadi lumbung swasta,” paparnya.
Korupsi disegala aspek akan kengkronis di negara kita, kourupsi agraria telah membuka keran asing, investasi besar atas dalih korporasi melilit republik pertiwi. UU agraria tahun 1960 dicabik-cabik. Mafia tanah dan sejenisnya akan merongrong Rakyat. “Maka dengan ini kami menolak keras seluruh revisi UU yang secara bersamaan menjadi bencana, dengan ini menuntut, tolak revisi UU KPK, tolak RKUHP, tolak revisi UU pertanahan dan tolak revisi UU sumber daya Air,” pungkasnya.
(Adi/red)