SERANG – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) gelar aksi terkait RUU KPK yang sekarang sudah disahkan oleh DPR melalui paripurna. Aksi tersebut digelar didepan halte kampus UIN SMH Banten, Rabu (25/9).
Koordinator aksi Jafra mengatakan, disahkannya UU KPK sangat sarat dengan kepentingan korporasi, pemerintah, serta partai politik. Sebab, menurutnya UU KPK yang sudah di sahkan tersebut kedepannya akan menghambat kinerja KPK kedepannya.
“Perlu kita ketahui bahwa beberapa pekan kebelakang DPR telah mengesahkan RUU KPK menjadi UU, Ini perlu kita waspadai bersama, sebab disahkannya UU KPK sangat sarat dengan kepentingan korporasi, pemerintah, serta partai politik. Sebab, UU KPK yang sudah disahkan tersebut nantinya akan menghambat kinerja KPK kedepannya,” ujarnya disela-sela aksi.
Menurutnya, draft pembahasan mengenai UU KPK tidak ada di tahun 2019, pembahasan mengenai RUU KPK lahir dari inisiatif DPR, serta tidak ditundanya pembahasan/pengesahan RUU KPK seperti UU yang lain oleh DPR.
“Ini menandakan KPK menjadi institusi eksekutif yang berbahaya dan menganggu bagi pemerintah, korporasi dan partai politik. Sebab, kinerja KPK dalam menyelidiki kasus korupsi dan penangkapan tidak akan jauh dari ketiga lembaga tersebut,” katanya.
Koalisi Masyarakat Sipil, kata Jafra, pihaknya menolak keras 4 point yang tertera didalam UU KPK yang baru saja di sahkan oleh DPR.
“Pertama KPK yang nantinya harus meminta izin terlebih dahulu ketika akan melakukan penyadapan, ini tentu yang nantinya akan menghambat kerja-kerja KPK kedepannya dan akan meloloskan para pelaku koruptif dari penyadapan. Akan sedikit bahkan mungkin tidak ada nantinya para pelaku koruptor yang terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT),” katanya.
“Point kedua, mengenai SP3 yang akan nantinya meloloskan koruptor pelaku koruptor, sebab KPK diberi batasan waktu dalam menangani kasus korupsi, sedangkan kasus korupsi bukanlah kasus yang gampang dan dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Ini yang nantinya akan meloloskan para pelaku korupsi kelas kakap,” terangnya.
Lanjut Jafra, pengkebirian terhadap KPK dilakukan sebab KPK dirasa menganggu oleh pemerintah, korporasi, dan partai politik didalam tindak kasus korupsi. Menurutnya hal itu dapat dilihat dari data yang dikeluarkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), bahwa ada 240 anggota legislatif serta 18 kepala daerah yang tertangkap oleh KPK sepanjang 5 tahun pemerintahan Jokowi .
“Penanganan korupsi oleh KPK yang mengganggu jalur bisnis kelas kakap, maka sudah menjadi tugas kita bersama sebagai masyarakat Indonesia untuk bersama-sama menggagalkan Revisi Undang-Undang (RUU) KPK,” tuturnya.
Pihaknya dari Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) meminta agar;
- Presiden segera menggunakan kewenangannya untuk membatalkan UU KPK. Sepanjang belum disahkannya pada lembar negara, presiden berhak menarik UU tersebut meskipun sudah disahkan paripurna.
- Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Perppu di terbitkan bila situasi negara sudah ada kegentingan yang memaksa, pertanyaannya apakah negara sudah memandang situasi ini sebagai kegentingan yang memaksa?
- Mengajukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK), JR baru bisa dilakukan ketika UU KPK sudah diberlakukan.
“Kami Koalisi Masyarakat Sipil akan fokus terhadap tiga point diatasi untuk upaya menggagalkan UU KPK yang nantinya akan melemahkan KPK kedepannya,” tutupnya. (Nm/red)