TANGERANG – Karinding merupakan alat musik yang lahir di tanah Sunda sekitar abad ke-500. Karinding dinilai sebagai alat pengusir hama wereng, akan tetapi sebagian orang menganggap Karinding sebagai pengiring atas pujian-pujian manusia terhadap penciptanya.
Nada yang dihasilkan pun berupa Da Mi Na Ti La, sebuah runtutan nada yang dari rendah menuju rendah lagi. Ahmad Lamhatunnadzori atau yang sering disapa “Ncek” selaku pengurus Komunitas Barak Karinding (Bakkar) menerangkan logika mistik seputar alat musik Karinding.
“Karinding juga menjadi alat kalangenan. Bagi si pemainnya bermanfaat untuk menghadirkan Allah di jiwanya. Itu yang aku rasakan selama aku memainkan karinding, aku membawanya ke ranah dzikir,” ujar Ncek pada reporter updatenews.co.id, Sabtu (09/11/2019).
Ncek menilai, jika banyak kalangan muslim sendiri justru menolak alat musik bisa berdampingan dengan kajian syariat Islam. Walaupun pendekatan budaya atas agama terbilang cara lama yang digunakan oleh Walisongo; disesuaikan pada kajian fiqih-nya Syekh Nawawi Al-Bantani.
Dikatakan jika Karinding selalu menurunkan tempo, tidak menitik beratkan pada estetikanya saja. “Manusia terkadang terbawa dalam permainan musiknya; tepatnya hanya fokus pada estetika bermain musiknya saja. Tapi ketika aku kaji dibeberapa ilmu tauhid, alat-alat musik ritmis justru menurunkan tempo bukan alat melodi, seperti karinding,” jelasnya.
Beberapa pesantren di Kabupaten Tangerang, seperti Pondok Pesantren Al-Hijrah yang berletak di Kecamatan Balaraja mampu diterima dengan alasan kultural. Tidak hanya itu, Ncek juga mengaku jika dirinya disuruh melanjutkan kiprahnya oleh Abuya Uci Turtusi.
Terlebih, Ncek mengkomparasikan Karinding dengan rebana yang dibudayakan di Jazirah Arab.
Di Jazirah Arab sendiri orang-orang menggunakan rebana untuk mengiringi shalawat, jika di Nusantara salahsatunya menggunakan Karinding, bahkan dengan menggunakan Bahasa sunda.
“Hal ini melawan stigma jika musik tidak diterima di tubuh Islam, karena kita berbicara kegunaan dan peruntukannya,” tandasnya. (Gilang/red)