JAKARTA – Komunitas Aksi Kamisan merayakan 13 tahun aksi kamisan. Para korban melakukan refleksi di depan istana Negara, Kamis (16/01/2019)
Beberapa massa aksi menyuarakan keberadaan pelanggaran HAM. Hal tersebut ditekankan massa aksi karena tidak adanya penuntasan pelanggaran HAM selama 13 tahun kedepan.
Melalui refleksinya, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andriyani menyesali tindakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengangkat Prabowo Subianto dan Wiranto ke kabinet kerja Jokowi. Ia menilai Jokowi tidak peduli dengan HAM.
“Jokowi tidak peduli dengan HAM. Dia hanya peduli dengan isu ekonomi dan infrastruktur dan lain-lain, cuma untuk percepatan pertumbuhan ekonomi,” sesal Yati pada reporter UpdateNews.co.id, Kamis (16/01/2020)
Bagi Yati, indikatornya adalah di mana selama 13 tahun Aksi Kamisan menyuarakan pelanggaran HAM berat di depan istana, presiden sama sekali tidak menindaklanjuti.
“Indikatornya jelas, kamisan sudah 13 tahun menyuarakan pelanggaran HAM berat, itu tidak ditindaklanjuti oleh Jokowi untuk diselesaikan,” tegas Yati.
Yati menekankan agar agenda ekonomi dan investasi tidak merugikan masyarakat. Terlebih adanya tindakan investasi yang justru berdampak buruk bagi masyarakat sipil.
“Agenda ekonomi dan investasi, harus dipastikan untuk tidak berdampak buruk bagi masyarakat,” tekan Yati.
Dalam temuan KontraS di lapangan, acap kali tindakan investasi dan pembangunan oleh pemerintah justru merugikan masyarakat sipil.
“Sengketa lahan, penggusuran; itu masih terus terjadi. Artinya, agenda-agenda investasi dan pengembangan ekonomi belum sepenuhnya merujuk pada kepedulian masyarakat di level bawah,” papar Yati.
Di tahun 2020, Yati mengatakan, tendensi pelanggaran HAM justru terancam meningkat. Terlebih bagi masyarakat yang mengutarakan pendapatnya di dunia maya dan jeratan pasal makar bagi mahasiswa yang menyuarakan persoalan Papua.
“Ancaman pelanggaran HAM justru meningkat, orang-orang dikriminalisasi dan dipersekusi karena menyatakan pendapat di ruang-ruang digital. Mereka yang menyuarakan persoalan Papua, dikriminalisasi dengan pasal makar,” jelas Yati.
Hal-hal yang dipaparkan oleh Yati, baginya merupakan kemunduran ruang demokrasi, terutama serangan yang dilontarkan terhadap masyarakat sipil.
“Kita berada dibawah ancaman mundurnya demokrasi, terutama serangan terhadap masyarakat sipil,” pungkas Yati. (Gilang/red)