SERANG – Penyaluran dana BOS diminta transparan dalam penggunaannya. Hal itu muncul karena adanya perubahan skema penyaluran dana BOS yang sebelumnya ditransfer melalui kas Pemerintah Daerah (Pemda) menjadi langsung ke rekening sekolah.
Hal itu disampaikan oleh aktivis mahasiswa yang berasal dari Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Komisariat Untirta Ciwaru. Menurutnya, sekolah harus benar-benar transparan, agar tidak adanya kesempatan untuk menyalahgunakan anggaran dari oknum.
“Penggunaan dana BOS harus transparan. Karena yang kami khawatirkan nanti akan banyak penyalahgunaan dana, entah habis ditengah jalan oleh para oknum atau seperti apa,” ujar Ketua Umum HMI MPO, Komisariat Untirta Ciwaru, Hadiroh kepada awak media, Senin (17/2/2020).
Dirinya mengkhawatirkan hal itu karena berasal dari pengalamannya pada saat masih di sekolah. Menurutnya, pada saat itu dana BOS dalam pengelolaannya tidak jelas. Pihak sekolah pun selalu beralasan bahwa mereka tidak memiliki anggaran.
“Pengalaman saya pada saat dana BOS turun, saya mengajukan proposal untuk keperluan lomba Paskibra. Tapi pihak sekolah bilangnya tidak ada uang, karena untuk ini dan itu. Padahal fasilitas sekolah sudah sangat baik pada saat itu,” katanya.
Selain itu, untuk pengelolaan dana BOS nanti, kata Hadiroh, etika profesi pendidik harus benar-benar dijunjung tinggi. Maka dari itu, dirinya meminta agar pendidikan moral bukan hanya ditekankan pada murid saja, tetapi juga kepada pihak guru dan sekolah.
“Jadi benar-benar harus mencontohkan dengan perilaku dan tindakan. Karena teori-teori saja tidak akan cukup,” ujar mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Untirta ini.
Ia meminta, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, pihak sekolah dapat mempublikasikan penggunaan anggaran mereka secara berkala, baik melalui Mading, situs resmi sekolah, maupun instrumen media lainnya.
“Sekolah dapat memanfaatkan teknologi yang ada, bisa melalui website yang dimiliki sekolah atau media sosial. Bisa juga menggunakan mading. Itu akan jauh lebih bermanfaat dan menjauhkan dari fitnah dalam penggunaan dana tersebut,” tegasnya.
Dirinya juga mendesak kepada Pemkot Serang agar dapat memberikan pelatihan dan pemahaman kepada pihak sekolah mengenai pengelolaan dana BOS.
“Pemkot Serang khususnya Dindikbud harus memberikan pemahaman bahwa dana BOS ini ada untuk peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, dengan semakin luasnya otoritas sekolah dalam pengelolaan BOS ini, harus ada peningkatan mutu pengelolaannya,” jelas Hadiroh.
Menanggapi hal itu, Kepala Dindikbud Kota Serang, Wasis Dewanto, mengatakan pihaknya sudah memberikan imbauan kepada setiap sekolah, agar penggunaan dan BOS dapat transparan.
“Silahkan sekolah memampangkan penggunaan anggaran BOS kepada masyarakat. Kami sudah beri imbauan kepada setiap sekolah agar transparan dan akuntabel,” ujarnya.
Ia mengatakan, meski ada perubahan skema seperti dana BOS langsung ditransfer ke rekening sekolah, namun rencana penggunaan anggaran tetap melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dindikbud. Sehingga, pengawasan dan penggunaannya tetap dapat berjalan.
“Belanja BOS di sekolah itu tetap berada di DPA Dindikbud. Jadi teknis pengiriman dananya saja yang langsung ke sekolah. Sehingga pengawasannya itu tetap ada dari kami,” terangnya.
Selain kebijakan dana BOS langsung transfer ke sekolah, ia juga menjelaskan ada perubahan kebijakan lainnya dalam penggunaan dana BOS. Yaitu besaran alokasi untuk membayar gaji guru honorer.
“Kalau tahun lalu itu persentase alokasi gaji guru honorer maksimal hanya 15 persen saja. Namun sekarang dinaikkan menjadi maksimal 50 persen. Tapi itu maksimal yah, kalau cukup hanya 20 persen yah 20 persen saja,” katanya.
Untuk besaran dana BOS yang akan didapatkan pada tahun ini, ia mengaku masih belum mengetahui hal itu. Namun dirinya mengatakan ada kenaikan besaran dana BOS untuk setiap siswanya.
“Tahun lalu itu untuk SD, per siswa diberi Rp800 ribu setiap tahunnya. Namun sekarang ada kenaikan menjadi Rp900 ribu per siswa per tahun. Untuk SMP, tahun lalu diberi Rp1 juta per siswa. Namun sekarang menjadi Rp1.1 juta per siswa,” tukasnya. (Nm/red)