SERANG, – Penyakit kronis dapat berdampak pada kerusakan ginjal dan tidak jarang pasien panyakit kronis harus menjalani hemodialisis atau cuci darah karena fungsi ginjalnya sudah rusak. Hal ini pun dirasakan Saman (55) yang berasal dari Kabupaten Pandeglang, Banten.
Saman menceritakan, ia sudah mengidap penyakit sejak tahun 2006 silam dengan rutin melakukan berobat jalan. Setelah diketahui 1 tahun belakangan ini dirinya mengalami gagal ginjal, maka ia harus melakukan cuci darah 2 kali dalam seminggu di Rumah Sakit (RS) Kartini, Kelurahan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten.
“Rutinnya (berobat jalan) di Pandeglang, setelah lama – lama katanya harus cuci darah, karena di Pandeglang ga ada, trus di rujuk (RS Kartini) itu baru 1 tahun. Jadi sebelumnya berobat jalan karena belum ketahuan gagal ginjal,” katanya kepada updatenews.co.id saat di temui di RS Kartini, Kabupaten Lebak, Rabu (11/3/2020).
Selama cuci darah, Saman ngatakan, dirinya menggunakan layanan Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) peserta mandiri kelas 2. Ia mengaku tidak kuat untuk menanggung biaya apabila tidak menjadi peserta JKN-KIS, pasalnya ia hanya seorang pedagang atau wiraswasta dengan penghasilan pas-pasan.
“Terdaftar di BPJS sejak 2 tahun yang lalu, yang mengarahkan ke BPJS dokter dari sana dari Pandeglang. Sebelumnya pakai umum aja, sebelum terdaftar di BPJS bayarnya itu 1 juta lebih, sekarang pakai BPJS cukup bayar iuran bulanan aja. Kalau ga pakai BPJS mah kayanya ga kebayar itu,” imbuhnya.
“Soanya sekali cuci darah kan Rp.1.250.000, sedangkan 1 minggu 2 kali cuci darah, wah itu sudah berapa kan ga kehitung, itu selama 2 tahun terahir ini,” sambungnya.
Jika pemerintah membubarkan BPJS Kesehatan, kata Saman, dirinya merasa sangat keberatan, karena dengan kartu JKN-KIS ia sangat terbantu mendapatkan pelayanan kesehatan melawan penyakit yang dideritanya.
“Selain itu disini pelayannya sopan – sopan, pokoknya baguslah, kalaupun adanya kenaikan BPJS buat saya ga masalah sih. Masih gak sebanding sama biaya saya yang cuci darah,” paparnya.
Untuk Meningkatkan pelayanan, sejak bulan Januari 2020 BPJS Kesehatan menerapkan aturan rumah sakit atau klinik yang memberikan layanan cuci darah harus menyediakan sistem finger print atau sidik jari. Tujuannya memudahkan pasien agar tidak perlu memperpanjang surat rujukan setiap tiga bulan sekali.
Menanggapi progam dari program BPJS itu, Saman mengaku sangat senang, sebab menurut dia, dengan adanya sidik jari tersebut ia merasa mendapat kemudahan.
“Saya sangat seneng sekali kalau ada finger print, jadi enak tinggal pakai jari aja,” ungkapnya.
Ditempat yang sama, dokter jaga di RS Kartini, Chusmi mengimbau agar masyarakat pada umumnya jangan segan untuk melakukan pola hidup sehat, salah satunya adalah dengan banyak minum air putih, sebab terang dia, dengan itu akan menjadi factor untuk terkena risiko sakit.
“Pola hidup sehat, dengan minum air putih yang banyak, sering kencing itu bukan masalah dia akan mengeluarkan endapan – endapan yang tidak terpakai tubuh akan keluar, sehingga mengurangi resiko batu, infeksi dan lain lain,” paparnya.
Selain itu, sambung Chusmi, makan juga sesuai porsi jangan berlebihan, sehingga tidak terjadi kencing manis. (ADV)