TANGERANG, – Saat ini, Presedium Pemantau dan Pengawas Pembangunan Tangerang Raya (P4TRA), tengah mempersiapkan laporan terkait polemik PT Pembangunan Investasi Tangerang Selatan (PT PITS) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), maupun ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Banten.
Menurut sekertaris P4TRA, Heriyanto, banyak terdapat dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh kalangan direksi PT PITS, yang menjadi acuan pelaporan. Beberapa dugaan pelanggaran yang akan menjadi dasar pelaporan antara lain mengenai kucuran dana penyertaan modal.
“Dalam konsep analisa dan kajian, kita tetap akan melaporkan ini apapun bentuknya, karena dari awal berdirinya PT PITS ini sudah banyak pelanggaran yang dilakukan oleh kalangan direksi. Mulai 2014 Anggaran 21 M dikucurkan, anggaran tersebut mereka pakai hanya untuk rapat, perjalanan dinas, study banding, sewa tempat di Jakarta dan lain-lain. Dengan gaji begitu besar para direksi, sedangkan kinerja mereka aja belum dirasakan masyarakat,” kata Heri, ditemui disalah satu restoran dijalan Ciater Raya, Sabtu (15/3/2020).
Lanjut Heri, PT PITS yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) disinyalir melakukan pelanggaran pada proyek pembangunan gedung kantor PT PITS, yang lelang pengadaannya dilakukan sendiri oleh PT PITS, dimana panitia yang dibentuk oleh PT PITS itu disinyalir tidak mempunya sertifikasi.
“Padahal untuk menjadi penyedia barang dan jasa itu harus punya sertifikasi, itu satu. Kedua, bahwa lelang pembangunan gedung PT PITS, itu hanya di laman PT PITS, web PT PITS, jadi kalangan masyarakat tidak tahu. Semestinya mereka mengadakan ini harus terkoneksi kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), sistemnya harus koneksi ke LKPP, ini kan tidak. Apalagi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) atau Badan Layanan Pengadaan (ULP) Kota Tangsel, itu bentuk pelanggaran wewenang, yang semena-mena,” terangnya.
Diungkapkan Heri, kerjasama PT PITS dengan PT Tangsel Tirta Mandiri (PT TTM) yang merupakan cucu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dilakukan tanpa adanya pemberitahuan ke DPRD Kota Tangsel, dan kerjasama soal jual beli air yang sudah dilakukan sejak 2017, dengan BUMD Kabupaten Tangerang, Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumdam) Tirta Kerta Raharja (TKR).
“Semestinya investasi 340 milyar itu harus diumumkan secara publik, harus diketahui juga oleh wakil rakyat. Apakah investasi itu layak?. Besaran biayanya kurang atau lebih?, dana itu harus diketahui dan masuk dalam agenda pansus DPRD. Tapi ini tidak, dewan tidak mengetahui, jika pada akhirnya nanti investasi tersebut wanprestasi, gagal, dalam hal ini PT PITS gagal, siapa yang dibebankan, rakyat, rakyat dalam hal ini siapa wakilnya?, ya DPRD,” ujarnya.
“PT PITS hanya kerjasama beli air dari Perumdam TKR, PT PITS hanya menjual, infrastrukturnya sudah ada dari Perumdam TKR. Apakah kerjasama itu DPRD tahu?, apa kontruksi Keputusan Walikota mengenai tarifnya, mana?, apakah Tangsel sudah memiliki induk, intek dan SPAM?, belum ada. Tapi jual airnya sudah berlangsung, dari jual beli air saja itu sudah pelanggaran,” tutur Heri.
Disisi lain, menurut Heri, P4TRA juga akan turut melaporkan DPRD Tangsel, terkait persoalan PT PITS, sebab DPRD ikut berperan dalam pembentukan dan pembiayaan PT PITS, justru tampak membiarkan dan seperti mendukung adanya dugaan pembancakan anggaran penyertaan modal.
“DPRD tahu dari tahun 2013 sampai sekarang anggaran penyertaan modal 88 milyar, yang dikucurkan secara bertahap. Namun, kenapa ini dibiarkan, jika melihat kinerja dari PT PITS ada tanda tanya besar. Kalau pengawasan DPRD menjadi lemah oleh karena Peraturan Daerah (Perda) soal PT PITS, kenapa DPRD mau mengangarkan anggaran penyertaan ke PT PITS, dimana pertanggung jawaban DPRD. Fungsinya DPRD itu budgeting, kontroling, legislasi. Mereka menganggarkan, mengesahkan, tapi mereka tidak bisa mengawasi, bodoh. Ini berarti seperti sengaja membiarkan adanya konspirasi menghamburkan uang rakyat, DPRD seperti sengaja menyetujui anggaran puluhan milyar ke PT PITS, tetapi mereka tutup mata dalam pengawasannya,” tegasnya.
“Jika Perda jadi alasan lemahnya pengawasan, kan mereka yang bikin, kenapa mereka tidak bisa revisi Perda nya. Sementara, kan ada aturan yang lebih tinggi dari pada Perda, ada Peraturan Pemerintah (PP), ada Peraturan Menteri, atau Undang-Undang. Disinilah DPRD tangsel terindikasi melakukan pembiaran, mereka jelas membiarkan, mereka ini memberikan uang, menyetujui, terus silahkan terserah, seolah mendukung adanya pembancakan anggaran penyertaan modal,” pungkas Heri. (US/red)