CILEGON – Ditengah penolakan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law, puluhan perempuan yang tergabung dalam Aksi Perempuan Indonesia (API) Kartini gelar Focus Grup Discussion (FGD) dengan tema ‘Perempuan Melawan RUU Omnibus Law (Pertumbuhan Ekonomi atau Pemiskinan Struktural) di Greenotel Cilegon, Minggu (15/3/2020).
Diskusi yang dihadiri oleh beberapa narasumber diantaranya, Encop Sopia dari DPRD Provinsi Banten, Wahida Baharuddin Upa dari Ketua Umum Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) dan Fen Budiman dari DPP Api Kartini.
Dalam diskusinya, mereka secara tegas menolak adanya RUU Omninus Law. Terlebih, tak ada perlindungan bagi perempuan dalam rancangan Undang-undang Sapu Jagat itu, “kami secara tegas menolak adanya RUU Omnibus Law. Hak-hak perempuan sebagai pekerja pun tidak pernah terlihat dalam pasal tersebut. Hal itu akan menyengsarakan para buruh, khususnya buruh perempuan,” kata Ketua Api Kartini Serang, Mafruhah, Cilegon (15/3/2020).
Menurutnya, sebagai kaum perempuan seharusnya ikut berkontribusi dalam penolakan RUU Omnibus Law. Sebab, hal itu juga menyangkut pada kesejahteraan perempuan untuk kedepan.
“Kaum perempuan harus ikut andil bagian dalam penolakan itu. Ini menyangkut kehidupan perempuan terkait kesejahteraan untuk kedepan,” katanya.
Kegiatan FGD itu pun sekaligus membentuk kepengurusan Api Kartini Provinsi Banten. Dari hasil musyawarah tersebut, terpilih Farah Faqih sebagai Ketua DPW Api Kartini Banten, dan Farah Fatika sebagai Sekretaris Api Kartini Banten.
Farah Faqih yang terpilih sebagai Ketua Api Kartini Banten itu pun mengajak kepada seluruh elemen perempuan di Provinsi Banten untuk bersama-sama menolak dengan adanya RUU Omnibus Law. Menurutnya, Omnibus Law akan mematikan rakyat kecil.
“Omnibuslaw itu produk undang undang yg mematikan rakyat kecil dari sudut manapun,” kata perempuan yang akrab disapa Faqih.
Ia mengatakan, masih banyak para perempuan yang menjadi buruh disetiap perusahaan. Terlebih, Kota Cilegon yang mempunyai ribuan perusahaan itu juga mempunyai buruh perempuan yang harus dilindungi hak-haknya.
“Rata-rata buruh itu dari kaum lelaki, dan perempuan. Jika sudah menikah rata-rata mereka berhenti bekerja. Cilegon ini punya ribuan industri dan didalamnya itu ada buruh perempuan yang harus dilindungi hak dan kesejahteraannya,” tegas Faqih.
Apabila didalam RUU Omnibus Law hak-hak buruh perempuan dicabut, kata Faqih, maka wajib hukumnya buruh perempuan khususnya Cilegon menuntut untuk mendapatkan hak-haknya kembali.
“Kalo di Omnibus Law ini hak-hak sebagai perempuan dicabut, kaya seperti cuti menstruasi bahkan cuti melahirkan, terus bagaimana nasib perempuan yang menggantungkan hidupnya pada perusahaan,” terangnya.
Diakhir, Faqih juga mengajak ke seluruh elemen baik buruh, tani, mahasiswa dan rakyat miskin untuk bersama-sama menolak RUU Omnibus Law, “Maka saya mengajak semua elemen dari buruh, mahasiswa, tani, rakyat miskin untuk menolak RUU Omnibus Law ini,” tukasnya. (Nm/red)