JAKARTA – Munculnya Usulan melakukan lockdown untuk wilayah Jakarta menjadi perbincangan di tengah mewabahnya virus corona di Indonesia. Bahkan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun sudah mempertimbangkan opsi tersebut.
Namun, dampak melakukan lockdown di Jakarta ternyata cukup besar ke perekonomian nasional. Peneliti ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memprediksi Indonesia bisa terkena krisis ekonomi apabila Jakarta diisolasi.
“Indonesia bisa krisis karena lockdown di Jakarta,” tegas Bhima kala, Minggu (15/3/2020).
Dilansir dari Detik.com, Bima menjelaskan sejauh ini 70% pergerakan uang dalam perkonomian nasional berada di Jakarta. Akan sangat beresiko bila aktivitas perekonomian di Jakarta lumpuh karena melakukan lockdown di Jakarta.
“70% uang juga berputar di Jakarta, ada bursa efek, ada bank sentral. Terlalu beresiko kalau kita mengambil langkah lockdown,” kata Bhima.
Dikatakannya, belum lagi pasokan bahan baku pokok bagi masyarakat Jakarta akan terhambat, utamanya pangan. Sejauh ini Jakarta mengandalkan pasokan pangan dari luar daerah.
“Arus barang yang masuk juga terganggu. Jakarta mengandalkan sebagian besar bahan pangan dari luar daerah,” papar Bhima.
Sementara itu Jakarta juga menyumbang 20% angka inflasi nasional. Kalau barang langka di Jakarta dan berujung pada kenaikan harga secara lokal, maka angka inflasi nasional bisa saja terkerek hingga 6%.
“Sementara Jakarta menyumbang 20% total inflasi nasional, kalau barang susah masuk, terjadi kelangkaan pastinya inflasi nasional akan tembus di atas 4-6%. Yang rugi adalah masyarakat sendiri,” kata Bhima.
Menurutnya, tanpa lockdown pun pencegahan penularan corona bisa dilakukan di Jakarta. Dirinya mencontohkan yang dilakukan pemerintah Singapura, salah satunya adalah memberikan pembatasan aktivitas di ruang publik. Utamanya, untuk warga lanjut usia alias lansia, karena warga lansia paling rentan tertular.
“Langkah yang lebih bijak adalah Singapura, bukan dengan lockdown tapi membatasi aktivitas warga lansia karena ini yang paling rentan karena corona,” ungkap Bhima.
Acara yang melibatkan orang banyak di ruang publik pun harus dilarang sementara, bahkan meskipun itu adalah acara keagamaan.
“Lalu, acara yang melibatkan orang banyak ditunda dulu meskipun acara keagamaan. Jadi clear tidak perlu lockdown, dan penyebaran corona bisa dicegah dengan strategi yang tepat sasaran,” kata Bhima.
Kemudian dia mengatakan, China sebagai negara episentrum wabah corona memang melakukan lockdown. Namun, hal itu dilakukan bukan untuk kota Shanghai dan Beijing yang notabenenya adalah pusat bisnis.
“China juga melakukan lockdown hanya di episentrum wabah corona yakni di provinsi Hubei. Apakah Shanghai dan Beijing di lockdown juga? Setahu saya tidak,” jelas Bhima.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sendiri mengaku akan segera melakukan koordinasi dengan Kepala BNPB Doni Monardo, yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, untuk membicarakan opsi melakukan lockdown di Jakarta
“Dalam kesimpulan tadi, kami memang memandang Jakarta sudah perlu menutup kegiatan-kegiatan, baik kegiatan di dalam maupun kegiatan orang ke Jakarta dan orang luar ke Jakarta. Akan tetapi, kami tidak bisa putuskan sendiri, ini harus dikonsultasikan dengan Kepala BNPB selaku pimpinan pengendalian terkait Corona,” kata Anies dalam konferensi pers di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan. (Red)
Sumber : detik.com