JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Eddy Soeparno meminta PLN memberikan keterangan yang transparan terkait keluhan masyarakat soal tagihan listrik yang membengkak selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Menurutnya, penjelasan dari PLN diperlukan agar masyarakat tidak berburuk sangka.
“PLN perlu menjelaskan secara transparan agar meredakan keresahan masyarakat yang kebingungan karena tagihan listriknya tiba tiba membengkak,” kata Eddy dalam keterangan tertulis, Kamis (7/5/2020).
Dilansir dari Kompas.com, Eddy mengaku dirinya telah berkomunikasi dengan direksi PLN. Kata Eddy, PLN mengambil acuan rata-rata pemakaian listrik tiga bulan sebelumnya untuk menentukan tagihan listrik untuk April.
Hal ini disebabkan pandemi Covid-19 yang menyebabkan petugas meter PLN tak bisa berkunjung ke rumah warga.
“PLN mengambil acuan rata-rata pemakaian listrik tiga bulan sebelumnya untuk menentukan tagihan listrik di bulan April,” tuturnya.
Namun, ia tetap meminta PLN memberikan penjelasan terperinci perihal pembengkakan tarif listrik yang dikeluhkan warga.
“Jangan sampai isu bahwa PLN melakukan subsidi silang yang beredar luas di masyarakat, membawa dampak buruk bagi citra PLN. Oleh karena itu, segera berikan penjelasan ke masyarakat secara transparan dan objektif,” ucap Eddy.
Eddy juga meminta PLN memberikan kompensasi dan penyesuaian tagihan kepada pelanggan yang memang diketahui membayar lebih saat pandemi Covid-19 berakhir.
Begitu pula dengan pelanggan yang kurang bayar untuk menutupi selisihnya.
“Pelanggan yang kelebihan bayar wajib dikompensasi dan pelanggan yang kurang bayar harus melunasi selisihnya. Semua konsumen harus diperlakukan secara adil,” tuturnya.
Sementara itu, PLN menyebut bahwa tidak ada kenaikan tarif listrik pada masa pandemi Covid-19.
Hal tersebut menanggapi adanya keluhan sejumlah pelanggan yang mengaku pembayaran listriknya lebih mahal dibandingkan biasanya.
“Sekali lagi saya sampaikan tidak ada kenaikan tarif listrik di masa pandemi ini, bahkan sejak tahun 2017 enggak ada kenaikan,” ujar General Manager PLN UID Jakarta Raya M Ikhsan Asaad dalam wawancara yang disiarkan dalam akun Instagram @PLN_Disjaya, Senin (4/5/2020).
Ikhsan menjelaskan, kenaikan yang dirasakan sejumlah pelanggan kemungkinan disebabkan pelanggan mengirimkan foto KWH meter kepada PLN setelah lebih dari 30 hari pemakaian.
Dengan begitu, tarif yang dibayarkan pelanggan disesuaikan dengan jumlah hari pengiriman tersebut.
“Bulan lalu mungkin dicatat atau difoto kemudian dikirim tanggal 21, bulan ini tanggal 29. Jadi jumlah harinya tidak lagi 30 hari, tapi mungkin 40 hari,” ujarnya.
“Nah, itu kan satu hari sekian kilowatt per hour, kalau dikali 10 hari lumayan juga,” ucapnya.
Sementara untuk pelanggan yang sama sekali tidak melaporkan KWH meter, kata Ikhsan, tarif listriknya akan dihitung berdasarkan rata-rata pemakaian tiga bulan terakhir.
Di sisi lain, kenaikan tersebut juga bisa disebabkan karena pemakaian listrik yang lebih besar selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Sebab, para pelanggan banyak menjalankan aktivitas, seperti bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah masing-masing.
“Itu jadi dihitung rekeningnya, misalnya bulan Februari, Maret, April itu dirata-ratakan. Nanti dijadikan data untuk menghitung tarif listrik yang dibayarkan,” ujar Ikhsan. (Red)
Sumber : Kompas.com