SERANG – Sejumlah organisasi yaitu LMND E-Kota Serang, Pattiro Banten, HMI MPO Cabang Serang, KAMMI Daerah Serang yang tergabung dalam Jaringan Kawal Anggaran (Jala) Korona mendesak Pemkot Serang untuk transparan dalam dugaan penyelewengan anggaran dan aturan, pada pengadaan Jaring Pengaman Sosial (JPS) Kota Serang.
Diungkapkan oleh juru bicara Jala Korona, Amin Rohani. Menurutnya, ada banyak hal yang sengaja disembunyikan oleh Pemkot Serang dalam hal pengadaan JPS Kota Serang.
“Pertama, terkait dengan hasil pemeriksaan Inspektorat. Seharusnya hasil pemeriksaan itu dipublikasikan kepada masyarakat, karena yang menuntut adanya pemeriksaan JPS itu adalah masyarakat, bukan Walikota Serang,” ujarnya, Senin (18/5/2020).
Amin mengatakan, tidak hanya masyarakat saja yang merasa sulit mengakses informasi terkait pemeriksaan Inspektorat itu. Bahkan awak media pun demikian.
“Wartawan yang memiliki akses informasi yang cukup istimewa dan dilindungi UU Pers saja masih dibuat ‘buta’ oleh Inspektorat. Apalagi kami sebagai masyarakat sipil biasa. Kami ingin tahu, ini kenapa bisa ada kelebihan Rp1,9 miliar? Salah perencanaan atau disengaja,” katanya.
Pihaknya juga menyoal terkait mekanisme penunjukkan langsung PT Bantani Damir Primarta (BDP). Karena berdasarkan hasil penulusuran pihaknya, PT BDP ini ternyata baru pertama kali menjadi penyedia di Kota Serang.
“Info yang kami dapat, PT BDP ini baru pertama kali menjadi penyedia di Kota Serang. Artinya, Dinsos Kota Serang tiba-tiba menunjuk PT BDP yang merupakan pihak ketiga yang baru banget pertama kali datang ke Kota Serang. Memang yang sudah berpengalaman di Kota Serang tidak ada?,” katanya.
Selain itu, Jala Korona juga, kata Amin mendesak kejaksaan agar segera turun tangan dalam dugaan tersebut. Sebab hingga saat ini, kelebihan anggaran tersebut apakah disengaja atau tidak.
“Di sini peran Kejaksaan untuk mencari tahu kebenarannya. Pemeriksaan Kejaksaan mungkin dapat menemukan fakta-fakta baru. Inspektorat menyatakan kelebihan bayar Rp1,9 miliar, ternyata Kejaksaan menyatakan kelebihan bayar sebesar Rp2,5 miliar. Bisa saja,” tukasnya. (Nm/red)