TANGERANG – Kantor Hukum dan HAM Lokataru menemukan adanya ketidaklayakan dalam prosedur penangkapan para pelaku vandalisme di Pasar Anyar, Kota Tangerang pada Kamis, 9 April 2020. Polisi menuduh para pelaku vandalisme sebagai bagian dari kelompok Anarko Sindikalis.
Pendiri Kantor Hukum dan HAM Lokataru Haris Azhar mengatakan, polisi telah menuduh para pelaku akan mengkoordinir kelompok Anarko untuk melakukan penjarahan se-Pulau Jawa. Selain itu, menurutnya polisi juga telah mentargetkan Anarko sebagai kelompok yang disalahkan saat pemerintah gagal menangani krisis akibat pandemi Covid-19.
“Ini mark-nya, dampak ekonomi, tidak bisa menanggulangi krisis. Mereka (Anarko) telah di-label sejak MayDay 2019 di Kota Bandung,” ujarnya dalam sebuah konferensi pers lewat aplikasi Zoom, Rabu (20/05/2020).
Menurut Haris, kasus vandalisme di Kota Tangerang merupakan bentuk hoax yang sedang dibangun negara. Selain itu, kasus terhadap Anarko seperti pola kasus-kasus pidana yang dipaksakan. Ia menyatakan pihaknya bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), LBH Jakarta, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) telah melakukan kajian terkait kasus pidana yang dipaksakan.
“Hoax negara jauh lebih besar daripada faktanya. Ini kasus yang dipaksakan, alat bukti minim dan tidak transparan,” ucapnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya sempat menyatakan jika kelompok Anarko akan melangsungkan penjarahan se-Pulau Jawa pada Sabtu, 18 April 2020. Pernyataan tersebut sebelumnya dilontarkan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana dalam sebuah konferensi pers terkait penangkapan pelaku vandalisme di Kota Tangerang.
Lokataru mengeluarkan laporan bertajuk Kaus Hitam dan Paranoia Negara, Stigmatisasi dan Pelanggaran Hak Kelompok Anarko-Sindikalis” pada Jumat, 1 Mei 2020. Dalam laporan tersebut, Lokataru menyimpulkan jika penanganan dan reaksi negara merupakan tendensi pelanggaran HAM penyerangan kelompok-kelompok dengan ideologi yang dianggap tidak sejalan.
Haris menganggap, tindakan yang dilakukan aparat kepolisian tidak sesuai dengan prosedur pemidanaan. Terlebih, sambung Haris, apa yang dikembangkan mengenai kasus Anarko tidak sesuai dengan ketentuan pasal pidana yang ada. Pernyataan tersebut mengacu pada barang bukti yang disita polisi.
“Menuduh Anarko itu tidak ada dasarnya, tindakan yang dilakukan pelaku adalah peristiwa, apa yang dikembangkan media tidak sesuai dengan ketentuan pasal. Ini kepanikan, memang harus buku saja dijadikan barang bukti? Ini kriminalitas di dalam hukum,” tegasnya.
Secara psikoligis, kata Haris, banyak orang yang sudah takut ditangkap. Menurutnya, partisipasi rakyat menurun dan negara sudah bertindak mengerikan. “Ketika mereka (pemerintah) nongol, malah destruktif, malah makin brutal negara merepresikan warga,” sambungnya.
Dalam hal ini, pemerintah pusat sempat menyatakan jika resesi ekonomi akan terjadi pada pasca lebaran. Selain itu, International Monetary Fund (IMF) menyatakan, pertumbuhan ekonomi dunia pada 2020 mengalami penurunan, yakni minus sebesar 3 persen. Menurut Haris, hal tersebut akan memicu tindakan represifitas negara terhadap warganya.
“Lebaran ini Indonesia akan memasuki resesi ekonomi, negara akan memperlihatkan represifitasnya,” pungkasnya. (Gilang/red)