JAKARTA – Organisasi Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi – Dewan Nasional (LMND-DN) menyatakan sikap atas tindakan Indonesia terhadap rakyat Papua Barat atau West Papua. Indonesia dinilai telah melakukan praktik kolonialisme di Papua sejak ditetapkannya New York Agreement pada tahun 1962.
Ketua Umum LMND-DN Muhammad Arira Fitra mengatakan, tindakan kolonialisme Indonesia telah menimbulkan rasisme pada orang Papua. Ia menilai, Indonesia akan terus melakukan tindakan rasisme dan represif terhadap rakyat Papua Barat.
“Kolonialis Indonesia harus belajar pada keadaan objektif yang berkembang bahwa bangsa West Papua memiliki bahan landasan basis histori yang terang. Mereka bukan bagian dari Indonesia,” ujarnya pada Updatenews.co.id, Selasa (09/06/2020).
Ia menegaskan, tindakan rasisme Indonesia terhadap rakyat Papua kembali bergejolak di Surabaya pada tahun 2019, di mana mahasiswa Papua disebut monyet, diusir dari asrama, dan diintimidasi oleh aparat dan ormas reaksioner.
“Mereka disebut monyet, mengalami intimidasi, hingga diusir oleh aparatur dan ormas reaksioner,” ungkapnya.
Selain itu, sambung Arira, penghisapan di tanah Papua juga turut didalangi oleh praktik kolonialisme Indonesia. Menurutnya, rakyat Papua harus diberikan kesempatan untuk melakukan self-determination atau penentuan nasib sendiri. “Ini merupakan kebebasan ekspresi serta manifestasi politik bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri,” tegasnya.
Sempat terjadi protes antirasis di Papua dan beberapa daerah pada tahun 2019. Arira dan pihaknya menilai kejadian tersebut telah memicu penangkapan, perburuan, penyiksaan, kriminalisasi, pengiriman ribuan personel militer, pemutusan jaringan internet, pembunuhan, hingga pembantaian terhadap orang Papua Barat.
“Dalam hal ini, pemerintah Kolonialis Indonesia hingga akhir tahun 2019 melakukan upaya kriminalisasi. Bahwa pelaku diskriminasi rasial, dalam hal ini ialah kolonialis Indonesia,” sebutnya.
Hingga saat ini, kata Arira, terdapat 83 orang tahanan politik dengan latar belakang rakyat Papua, baik di Papua maupun luar Papua. “Salah satunya ialah Ferry Kombo, Mantan Ketua BEM Universitas Cendrawasih dan 6 orang di Rutan Kelas II Balikpapan,” paparnya.
Jaksa Penuntut Umum telah menjerat Tahanan Politik Papua dengan Pasal 106 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang makar. Arira dan pihaknya menyatakan sikap agar rakyat Papua Barat dapat melakukan self-determination dan setiap tapol dibebaskan.
Berikut pernyataan sikap LMND-DN:
- Bebaskan 7 Tahanan Politik Papua (Ferry Gomboh dkk) tanpa syarat.
- Menolak politik rasial yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia terhadap bangsa West Papua.
- Tarik militer organic dan non organic dari tanah West Papua.
- Lawan imperialisme dalam perjuangan bangsa West Papua.
- Menyerukan kepada lembaga internal kampus di seluruh Indonesia untuk bersolidaritas terhadap Ferry Gomboh dkk.
- Menyerukan kepada seluruh kader LMND-DN untuk bersolidaritas penuh terhadap bangsa West Papua.
- Menyerukan kepada seluruh rakyat tertindas untuk bersolidaritas terhadap bangsa West Papua.
- Hentikan segala bentuk pembungkaman ruang demokrasi,
- Mendukung bangsa West Papua untuk menentukan nasib sendiri dengan mekanisme referendum.
Penulis : Gilang
Editor : Aldo Marantika