SERANG – Ketua Pusat Kajian Konstitusi Perundang-undangan dan Pemerintah sekaligus Akademisi Untirta Lia Riesta Dewi mengatakan, rencana penggunaan hak interpleasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banten atas polemik Bank Banten hanya sebatas wacana. Sebab, menurutnya tidak ada keseriusan dalam usulan hak interpelasi DPRD Banten.
“Sampai hari ini belum ada pengajuan hak interpelasi. Jadi, DPRD hanya bisa berwacana sama seperti Gubernurnya,” ucap Lia usai menghadiri dialog terbatas terkait Nasib Interpelasi Pasca Divestasi Kas Daerah di Saung Edi, Kota Serang, Senin (22/6/2020).
Menurutnya, penggunaan hak interpelasi terkesan ditakut-takuti, terlebih wacana interpelasi menimbulkan pro kontra di internal DPRD, sehingga institusi wakil rakyat tidak terlihat taringnya dalam melakukan fungsi pengawasan.
“Saya pikir mengapa hak interpelasi itu harus ditakuti, padahal interpelasi ingin menegakan sebuah peraturan,” katanya.
Dirinya menjelaskan, bahwa hak interpelasi merupakan hak melekat yang dimiliki oleh seluruh anggota DPRD, karena interpelasi hanya mempertanyakan keputusan kepala daerah yang memberikan dampak meluas terhadap masyarakat.
“Jadi, ngga usah khawatir gak usah takut lah,” tegas Lia.
Sejatinya, ujar dia, hak interpelasi sudah pernah dilakukan puluhan kali oleh anggota DPR, terlebih penggunaan interpelasi tidak menimbulkan masalah dianatara institusi pemerintahan.
“Tahun 2019 ada 44 interpelasi yang dilakukan DPR, apa kemudian menjadi masalah apa hubungan Presiden dan DPR tidak baik,” imbuhnya.
“Kita tuh jangan menakuti sesuatu hal yang tidak perlu harus ditakuti jadi (DPRD) Banten jangan malehoy,” tambahnya.
Lia menuturkan, ketika Gubernur Banten mengeluarkan surat Nomor 580/1135-ADPEMDA/2020, Prihal Konversi dana Kasda menjadi setoran modal Bank Banten. Maka dijadikan alasan penghentian wacana interleasi.
“Saya luruskan, surat Gubernur itu hanya mengandung limpahan surat bersifat biasa saja yang tidak memiliki daya Ikat untuk tidak dilaksanakan. Jadi, bisa saja surat itu lahir untuk meredam, karena (Gubernur – red) khawatir 15 anggota Dewan akan terus melanjutkan interpelasi,” jelasnya.
Lia juga menegaskan, menurut Prof jimly Ashidiqie bahwa peraturan itu ada dua, pertama, peraturan perundang-undangan, kedua, peraturan kebijakan.
Kata Lia, Peraturan perundang-undangan memiliki daya ikat untuk dilaksanakan, sedangkan peraturan kebijakan tidak memiliki daya ikat untuk dilaksanakan, contohnya, seperti surat edaran.
“Kalau pertauran perundang – undangan akan memiliki akibat hukum, sedangkan surat edaran tidak akan menimbulkan akibat hukum,”katanya.
“Surat yang dibuat gubernur itu surat edaran juga nggak, peraturan kebijakan bukan apalagi peraturan pemerintah. Surat Gubernur tidak atau belum bisa menyelesaikan Bank Banten,” ungapnya.
Menanggapi Surat Gubernur, lanjut dia, DPRD segera menggelar Rapim (Rapat Pimpinan) kemudian melakukan Pres Rilis, pada point penentuanya bahwa akan melakukan fungsi dan kewenangan DPRD.
“Secara tidak langsung DPRD mendukung hak interpelasi terhadap Bank Banten. karena yang namanya fungsi dan pengawasan salah satunya adalah menggunakan hak interpelasi sebagai fungsi pengawasan DPRD,” ucapnya.
Selain itu, lia menuturkan, bahwa DPRD memiliki 3 fungsi, pertama, pembentukan peraturan daerah, kedua, fungsi pengawasan, ketiga, fungsi penganggaran.
“Bank Banten harus tetap ada, tetapi Bank Banten harus menjadi milik Banten sehingga harus dirubah Perda no 3 tahun 2009 atau dicatut dengan membuat Perda yang baru mengenai peraturan Bank Banten sebagai perusahaan daerah,” ungkap Lia.
Selanjutnya, dijelaskan Lia, sebagai Akademisi sekaligus Dosen yang bertugas dibidang Perundang-Undangan dan Hukum otonomi daerah mulai tertarik dengan kondisi ketatanegaraan termasuk hubungan Eksekutif dan Legislatif di pemerintahan Banten.
Maka dari itu, pihaknya berencana akan menurunkan sebanyak 200 mahasiswa Untirta yang bergerak di jurusan hukum untuk mengkaji dan menganalisis mengenai wacana interpelasi terhadap Bank Banten secara Ilmiah.
“Saya akan memerintahkan dan memberikan tugas kepada mahasiswa yang saya ajar untuk melakukan pengamatan langsung terhadap wacana hak interpelasi,” tutupnya.
Penulis : Jejen
Editor : Aldo Marantika