SERANG, Updatenews.co.id – Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mencatat potensi kerugian negara dari kegiatan bisnis PT Banten Global Development (BGD) mencapai Rp40 miliar. Data tersebut berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Wakil Ketua BAP DPD RI Angelius Wake Kako mengungkapkan, saat ini pihaknya sudah menerima laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK terhadap seluruh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota pada Mei 2020.
“Kita datang untuk mengetahui apa kendalanya. Kita bersyukur karena di Banten (kerugian negara senilai) Rp1,3 miliar itu sebagian besar sudab diproses, telah ditindaklanjuti. Banyak juga yang sampai delapan tahun, sembilan tahun tidak ditindaklanjuti,” ucapnya kepada wartawan saat ditemui di Pendopo Gubernur Banten, Curug, KP3B, Kota Serang, Kamis (9/7/2020).
Saat ini. Dikatakan Wake yang menjadi perhatian serius dalam penanganan persoalan keuangan daerah adalah mencuatnya polemik di PT BGD yang memiliki nilai kerugian negara sekitar Rp 5 miliar.
Pasalnya, masih dia, Nilai tersebut dipastikan membengkak karena dari laporan yang diterima ada potensi kerugiannya justru bisa mencapai Rp40 miliar. Diakuinya, saat ini tersebut sedang ditangani pihak berwajib.
“Bisa sampai Rp 40 miliar potensi kerugiannya, ini (kasus, red) sudah diambil APH (aparat penegak hukum). Jadi kita akan melihat ke situ,” tegasnya.
Tak hanya itu, lanjut dia, Penghargaan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang diraih oleh pemprov banten hanya bersifat administratif saja, karena tidak berbanding lurus dengan peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat.
“Kami sudah berdiskusi dengan BPK, pemberian reward tapi dilihat diujung sangat administratif, muara akhir itu harus bersampak pada peningkatan kesehateraan rakyat sehingga parameternya harus ditambahkan, Jika WTP terus tapi tidak ada korelasi terhadap kesejahteraan masyatajat untuk apa?,” terangnya.
Angelius menyebut Perlu adanya penambahan kriteria terhadap penghargaan WTP, karena dalam kerangka memberika reward terhadap daerah yg mendapat WTP tidak hanya berpatokan kepada administratif belaka melainkan harus ada efeknya yang perlu dilihat seperti penekanan angka kemiskinan.
“4 tahun WTP berturut-turut tapi yang harus dijawab kondisi kemiskinan sekarang, angka kemiskinan 4 tahun dari sebelum WTP membaik tidak?, baru bisa apel to apel, meskinya begitu,” katanya.
Sementara, Sekda Banten Al Muktabar mengkaui PT BGD menjadi catatan BAP DPD RI. Maka dari itu, menurutnya. Catat-catatan dari DPD yang bersifat positif akan diserap sebagai bentuk upaya pemprov untuk memperbaiki kegiatan usaha PT BGD.
“Ada beberapa hal yang kita tindaklanjuti nanti untuk dibawa dukungan dari DPD RI. Terkait dengan itu (Bank Banten) kita sampaikan secara normatif perkembangan langkah. Kita juga berharap memungkinkan runag dukungan DPD RI juga terhadap hal itu,” katanya.
Disinggung soal potensi kerugian negara dari kegiatan PT BGD yang mencapai Rp 40 Miliar, Al Muktabar membantah bahwa tidak ada kerugian dari kegiatan PT BGD tersebut. “Bukan kerugian tapi ruang yang menjadi hak dari BGD. Itu yang sedang proses banding sekarang. Itu ruang dari potensi hak BGD,” ujarnya.
Terpisah, Inspektorat Provinsi Banten E Kusmayadi menyebut, hingga saat ini pihaknya belum mengetahui secara pasti terkait audit dari BPK terhadap PT BGD.
Meski tidak mengetahui secara gamblang, tapi Kusmayadi membenarkan bahwa hasil audit BPK terhadap PT BGD telah keluar.
“BGD kapasitas BGD, saya hanya menangani TLHP (temuan LHP) BPK saja. (Audit BGD dari BPK) sudah, saya tidak mengetahui, cuma yang dikasih tahu ke pimpinan. Perlakuan asetnya merupakan aset yang dipisahkan (aset pemprov yang dipisahkan), jadi (tindak lanjutnya) diserahkan sepenuhnya ke BGD,” tutupnya. (Jen/red)