Oleh Rafida Aulya Rahmi
(Mahasiswi UIN Banten)
New normal saat ini menjadi solusi baru guna memperlambat tingkat penyebaran covid-19. Pemerintah telah menggalakakan warganya agar patuh terhadap protokol kesehatan. Memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Namun lagi-lagi tidak cukup hanya memenuhi protokol kesehatan, menjaga jarak dengan tidak keluar rumah dan memutuskan untuk beraktifitas di dalam rumah menjadi langkah yang bijak, guna memutus rantai penyebaran virus. Karena saat ini muncul kasus baru yakni OTG (orang tanpa gejala) yang menjadi konflik baru bahkan lebih parah lagi.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menyatakan sebagian besar kasus pasien positif virus corona (Covid-19) yang baru ditemukan hari ini kebanyakan berstatus sebagai orang tanpa gejala (OTG).
Yurianto menyatakan pasien dengan status OTG sama sekali tak merasakan keluhan dan tak merasakan sakit apapun meski sudah dinyatakan positif Covid-19.
“Secara keseluruhan sebagian kasus baru yg kita dapatkan pada hari ini adalah kasus baru yang tidak ada indikasi untuk dirawat di rumah sakit,” kata Yurianto dalam konferensi persnya di Kantor BNPB, Jakarta, Minggu (12/7).
World Health Organization (WHO) kembali memperbarui, ringkasan ilmiah Transmisi SARS-CoV-2 yang diterbitkan sejak 29 Maret 2020. Isinya terkait, COVID-19 bisa menular melalui udara dan pola pencegahannya. Sebelumnya, 239 ilmuwan dari beragam negara mendapati, Virus Corona bisa menular melalui udara. Hal itu berdasarkan riset mereka yang bertajuk: It is Time to Address Airborne Transmission of COVID-19.
Temuan-temuan baru terhadap sebaran virus Covid semestinya diiringi tindakan nyata pemerintah untuk memastikan putus rantai penularan.
Sementara pemerintah mengonfirmasi temuan PBB bahwa ada peluang sebaran melalui udara (airborne), tidak ada kebijakan antisipas terhadap pekerja kantoran, pegawai BUMN bahkan PNS.
Semua rekomendasi berpulang pada kesadaran dan kehati-hatian individu.
Pemerintah semestinya juga tidak menganggap sepele kasus OTG karena alasan tidak membebani RS, karena OTG terutama dari kalangan milenial di era pelonggaran bisa menjadi sumber ledakan baru.
Hal yang harus dilakukan dalam menghadapi wabah ini adalah mencari benang merah penularannya. Berarti harus memutus terlebih dahulu rantai penularan tersebut. Kebijakan new normal life saat ini, terlihat sebagai keputusan yang dipaksakan. Daerah-daerah di negeri ini sebenarnya belum siap menghadapi new normal life. Tapi, karena tuntutan ekonomi harus mengikuti aturan itu.
Dalam masyarakat sendiri memandang bahwa new normal life adalah hidup normal seperti biasa. Mereka tak menganggap ribuan kasus setiap hari sebagai ancaman. Sehingga banyak yang tidak mengikuti protokol kesehatan. Beraktivitas seperti biasa. Berkumpul dan mengadakan acara-acara adalah hal biasa. Baru terasa apabila salah satu atau beberapa orang di lingkungan mereka terjangkit virus ini.
Oleh karena itu tidak bisa disalahkan jika banyak tokoh yang mengkritik kebijakan ini. Sebagai pemangku kebijakan yang arif, sudah selayaknya setiap kebijakan yang menimbulkan kontroversi dan kritikan dievaluasi. Jika memang membahayakan, lebih baik dihentikan saja. Agar tidak banyak lagi korban berjatuhan. Kasihan, mereka adalah rakyat yang tak bersalah. Mereka hanya ingin hidup aman tanpa bayang-bayang ancaman.
Kalau perlu sembari menahan aktivitas masyarakat agar virus tak cepat menyebar. Pemerintah perlu mengadakan tes massal covid gratis bagi seluruh warga. Dengan petugas yang datang ke rumah-rumah. Jika sudah positif, maka langsung diadakan karantina dan diobati dan dilayani dengan baik.
Saat pemeriksaan ini berlangsung tentu masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Maka, sudah menjadi peran pemerintah untuk membantu memenuhi kebutuhannya. Terutama kebutuhan pokok sehari-hari. Memang, biaya yang akan dikeluarkan cukup besar. Tapi akan sebanding dengan hasil yang diperoleh. Pandemi ini insya Allah akan segera berakhir.
Bagi negara yang mengabdi untuk rakyat, uang berapa pun tidak akan masalah. Hal ini hanya akan terjadi jika pemegang kebijakannya adalah orang yang bijak dalam menyelesaikan masalah. Bijak berlandaskan aturan yang benar.