SERANG – Wali murid asal sekolah SMP di Kota Serang ini mengeluh, lantaran anaknya diminta untuk membeli buku LKS oleh pihak sekolah. Meskipun pada tahun lalu Wakil Wali Kota Serang, Subadri Ushuludin, telah mengambil komitmen dari para kepala sekolah agar tidak melakukan praktik jual beli buku LKS, namun nyatanya pada tahun ajaran kali ini kembali terjadi.
Praktik kali ini bukan sekolah yang melakukan ini jual beli buku, melainkan salah satu toko buku yang ada di Kota Serang menjual dengan menjalin kerjasama agar para siswa dan wali murid semua diarahkan ke toko buku tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh salah satu wali murid, Mannar Mas. Ia mengatakan bahwa dirinya merasa terkejut ketika mengetahui anaknya yang sedang mengenyam pendidikan di tingkat SMP, justru diminta untuk membeli buku LKS oleh pihak sekolah.
“Anak saya mengonfirmasi bahwa ada perintah dari pihak sekolah, dalam hal ini gurunya mungkin, untuk membeli buku-buku di suatu toko yang sudah diarahkan. Keterkejutan saya adalah karena saya ingat pada bulan Oktober 2019, saudara Wakil Walikota pernah menunjukkan rasa marah karena adanya penjualan buku LKS dan mengambil komitmen para Kepala Sekolah untuk tidak lagi melakukannya,” ujarnya, Jumat (14/8/2020).
Menurutnya hal tersebut sangat tidak patut dilakukan. Selain kondisi masyarakat yang saat ini sedang terpukul, praktik jual beli buku di lingkungan sekolah juga akan mempersulit Dindikbud dan mempermalukan Pemkot Serang.
“Sedangkan untuk kepentingan Belajar di Rumah (BDR), sebenarnya cover dari buku BOS itu sudah sangat cukup. Sekali lagi, saya ingatkan kepada bapak-bapak ibu-ibu yang masih melakukan penjualan buku, agar memghentikannya. Karena itu melanggar komitmen yang telah bapak dan ibu tanda tangani,” tegasnya.
Berdasarkan penelusuran, diketahui bahwa salah satu sekolah yang melakukan jual beli buku yakni SMP Negeri 1 Kota Serang. Hal ini berdasarkan tangkapan layar yang diterima awak media dan berisikan pesan siaran salah satu orang yang diduga guru.
Dalam pesan siaran tersebut, sang guru meminta kepada wali murid untuk membeli buku yang disebutkan sebagai media penilaian autentik. Buku tersebut dapat dibeli di agen atau distributor toko buku Asyifa. Dalam pesan tersebut juga diberitahukan dimana toko Asyifa dan kapan bisa melakukan pembelian.
Setelah ditelusuri, toko Asyifa tersebut merupakan toko milik pria bernama Umbara. Berdasarkan konfirmasi kepada Kepala Sekolah SMPN 1 Kota Serang, Mundakir, pria bernama Umbara memang datang untuk menawarkan kerja sama penjualan buku kepada pihaknya.
“Ini gak ada kaitannya dengan Dinas Pendidikan, ini hanya koperasi Handayani SMP 1 aja. Sebenarnya pak Umbara menawarkan ini, dan kami minta agar tidak memaksakan untuk membeli,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (13/8).
Ditanya terkait pesan siaran yang mengarahkan para wali murid untuk membeli buku tersebut di toko Asyifa, Mundakir membantahnya. Ia mengatakan bahwa wali murid dipersilahkan untuk membeli buku dimana saja, tidak hanya di toko Asyifa milik Umbara.
“Tidak, jadi buku ini sebenarnya ada dimana saja. Ada juga di Intermedia, jadi beli dimana saja itu sama saja. Jadi enggak diarahkan hanya ke toko buku tersebut. Sebenarnya itu karena tokonya dekat, jadi kami beritahukan ke toko tersebut. Kami juga tidak ada bahasa bahwa yang tidak mempunyai buku nilainya akan seperti apa,” tuturnya.
Selain itu, meskipun ia menyatakan kerja sama terjadi antara Umbara dengan Koperasi Handayani, namun Mundakir menegaskan bahwa tidak ada kerja sama secara tertulis. Selain itu, tidak ada pula keuntungan yang terjadi antara Koperasi dengan toko buku milik Umbara.
“Kerja sama secara tertulis tidak ada. Enggak ada juga keuntungan. Yah mereka hanya menawarkan bahwa mereka punya buku untuk siswa. Mau beli mangga, mau tidak juga mangga,” jelasnya.
Ia mengatakan bahwa buku paket yang dibeli menggunakan dana BOS kurang cukup untuk media pembelajaran. Sebab, buku paket tersebut tidak boleh dicorat coret oleh peserta didik. Sehingga, dibutuhkan lembar kerja untuk latihan para peserta didik.
“Jadi kalau paket itu tidak bisa ditulis. Lalu kalau media otentik kan bisa ditulis dan banyak soal-soal yang bisa diisi. Jadi memang itu hanya sebagai latihan saja,” ungkapnya.
Berbeda dengan Mundakir, pemilik toko buku Asyifa, Umbara, mengatakan bahwa pihaknya tidak menjalin kerja sama dengan pihak sekolah. Menurutnya, ia hanya menjalin kerja sama dengan wali murid.
“Dibebaskan kepada siapa saja. Ini juga kerjasama dengan orang tua, kalau mau silahkan, kalau tidak yah tidak apa-apa. Gak ada kerjasama dengan pihak sekolah, tapi orangtua siswa. Kalau gak mampu kita kasihkan,” jelasnya.
Sementara itu, Kabid SMP pada Dindikbud Kota Serang, Sarnata, menegaskan bahwa tidak boleh ada praktik jual beli buku di lingkungan sekolah. Termasuk apabila pihak sekolah mengarahkan para murid, untuk membeli buku di salah satu toko.
“Dinas tidak pernah memberikan perintah kepada sekolah untuk penjualan LKS. Itu sudah dilarang keras. Mengarahkan ke salah satu toko buku juga tidak boleh,” ungkapnya.
Akan tetapi, Sarnata menerangkan bahwa apabila keinginan untuk membeli buku LKS merupakan keinginan dari wali murid, hal tersebut tidak menjadi soal. Karena, hak bagi wali murid untuk mempermudah kegiatan belajar di rumah, dengan menggunakan buku LKS.
“Namun kalau ternyata pihak sekolah yang mengarahkan dan menjadikan beli buku sebagai patokan penilaian, itu akan kami panggil sekolahnya. Kami akan klarifikasi hal itu. Karena buku LKS sifatnya adalah pengayaan, latihan saja bagi para peserta didik,” tegasnya. (Nahrul/red)