Penulis : Rizki Arifianto (Ketua Departemen Pengembangan Organisasi LMND Banten)
Updatenws.co.id – Peraturan daerah sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan secara konstitusional diatur dalam pasal 18 ayat (6) yang berbunyi: “Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain nya untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantu”. Perolehan kewenangan secara langsung dari undang-undang dasar dan Undang-Undang dikenal dengan istilah ATRIBUSI.
Sejalan dengan peraturan pemerintah daerah nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah didalam pasal 65 ayat (2) dijelaskan salah satu wewenang untuk melaksanakan tugas nya sebagai kepala daerah yaitu mengajukan rancangan peraturan daerah (Perda), kemudian Undang-Undang nomor 15 tahun 2019 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan menampung kondisi kekhusus daerah.
Dari penjabaran peraturan-peraturan diatas dapat di simpulkan bahwa daerah harus produktif dalam membuat produk hukum daerah untuk dalam rangka mensejahterakan masyarakat daerah, dengan kekhususan masing-masing daerah melalui kebijakan atau produk-produk hukum daerah.
Tetapi pada kenyataannya masih banyak daerah yang tidak melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam membuat produk hukum daerah yang progresif, sehingga memiliki effect terhadap masyarakat itu sendiri. Bahkan ada juga kepala daerah yang hanya menggugurkan tugas dan wewenang nya dalam membuat peraturan daerah, salah satu nya yaitu Kabupaten Serang Provinsi Banten yang tidak memproduksi produk hukum secara progresif.
Menurut Prof. Satjipto Raharjo hukum hadir adalah untuk manusia dan bukan sebalik nya, hukum itu bukan hanya bangunan peraturan, melainkan juga banguan ide, kultur dan cita-cita, karena tujuan hukum sejatinya yaitu untuk mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan membahagiakan manusia.
Sementara Chalmers menjelaskan paradigma hukum progresif diantara nya yaitu: Hukum tersusun dari asumsi-asumsi teoritis yang di nyatakan secara eksplisit,
mengandung beberapa ketentuan metologis.
Paradigma hukum progresif tidak bergerak pada arah legalistic-dogmatis, analitis positivistik tetapi lebih pada arah sosiologis.
Dari teori hukum progresif diatas dapat dilihat bahwa Kabupaten Serang yang sudah berusia hampir 5 abad tetapi produk hukum yang dihasilkan masih sangat rendah kualitasnya apa lagi di tengah situasi pandemi Covid-19 seperti saat ini, Pemkab Serang tidak sama sekali melakukan terobosan hukum yang progresif, padahal Kabupaten Serang sudah menjadi zona merah dengan data terakhir per tanggal 25 agustus 2020 100 orang positif Covid-19. Apabila kita bandingkan dengan Kota Serang misal dengan 59 warga nya yang positif Covid-19 dan menjadi zona oranye tetapi dengan cepat Pemkot Serang langsung mengeluarkan produk hukum yaitu perwal NOMOR 30 TAHUN 2020 TENTANG PENERAPAN DISIPLIN DAN PENEGAKAN HUKUM PROTOKOL KESEHATAN SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN CORONA VIRUS DISEASE 2019. Ini membuktikan lambannya Pemkab Serang dalam melakukan terobosan-terobosan hukum yang progresif malah cenderung tidak serius dan hanya menggugurkan kewajiban saja.
Seperti yang sudah di uraikan diatas Paradigma hukum progresif menjelaskan bahwa tujuan hukum sejatinya yaitu untuk mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan membahagiakan manusia. Dilihat dari produk-produk hukum nya Pemkab Serang tidak memiliki filosofis untuk mencapai ketujuan hukum yang progresif, yang pada akhirnya berdampak kepada kehidupan sosial masyarakatnya, yang memiliki efek domino mulai dari rendahnya kualitas pendidikan yang melahirkan tingginya angka pengangguran, sehingga angka kemiskinan pun meningkat. Walapun Pemkab Serang mengklaim turunnya angka pengangguran kemudian juga baru-baru ini pemkab menyatakan bahwa telah memberikan beasiswa kepada anak-anak Kabupaten Serang yang berprestasi. Namun sebenar nya secara tidak langsung pemkab serang telah membuat pernyataan jika kalian tidak pintar maka kalian tidak berhak untuk mengenyam pendidikan sampai tingkat universitas, jelas ini bertentangan dengan cita-cita pembukaan undang-undang dasar kita yang memiliki semangat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa terkecuali.
Lebih parahnya lagi produk hukum Pemkab Serang di bidang kesejateraan masyarakatnya rendah, contoh nya Pemkab Serang tidak memilik perda atau peraturan bupati terkait perlindungan petani dan nelayan, padahal kita sama-sama mengetahui bahwa Kabupaten Serang adalah kabupaten yang masyarakatnya banyak yang bekerja sebagai petani dan nelayan. Kemudian juga mengaka Kabupaten Serang tidak membuat produk hukum untuk melindungi buruh, terutama buruh perempuan yang sering sekali tidak mendapatkan hak maternitas nya saat bekerja di perusahaan-perusahaan di Kabupaten Serang.
Fakta-fakta tersebut menjelaskan bahwa Pemkab Serang memang hanya menggugurkan kewajiban dan wewenang nya dalam hal membuat produk hukum. Itu juga terlihat dari produk-produk hukum yang dihasilkan sama sekali tidak progresif sehingga tidak mensejahterakan rakyatnya. Padahal sudah hampir lima tahun tatu dan panji memimpin Kabupaten Serang.