SERANG, – Menjelang Hari Tani 2020, Sejumlah Organisasi terdiri dari Serikat Petani Indonesia (SPI) Banten, BEM Untirta, dan DPC GMNI Serang menyoroti berbagai persoalan yang masih menimbulkan masalah besar bagi Petani Banten, tak terkecuali Reforma Agraria yang dinilai terkan masih formalistik, sebab, konflik agraria semakin masif berujung pada pembunuhan kelangsungan hidup petani.
Oleh sebab itu, mereka menuntut Gubernur Banten untuk segera turun tangan dalam menyelesaikan dan mempercepat reforma Agraria di Provinsi Banten.
“Di momentum hari tani nasional yang jatuh pada kamis besok (24 September 2020) pemerintah banten harus lebih tegas menjalankan Perpres tentang penyelesaian Reforma Agraria di Indonesia,” kata Sekjen DWP SPI Banten Misrudin kepada awak media saat ditemui di Sekretariat Pokja Wartawan Banten, Curug, KP3B, Kota Serang, Rabu (23/9/2020).
Menurut dia, Reforma Agraria adalah misi utama undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria (UUPA) sehingga dengan perombakan regulasi pemerintah harusnya tidak mundur kebelakang melainkan menunjukan progrses percepatan reforma agraria tersebut.
“Gubernur sebagai ketua gugus tugas reforma Agraria, kemudian Bupati dan Walikota ketua gugus tugas ditingkat daerah untuk melakukan percepatan reforma agraria dan juga penyelesaian konflik lahan-lahan yang saat ini menjadi objek reforma Agraria,” ungkapnya.
Selain itu, Mursudin menuntut pemerintah untuk segera menentukan subjek siapa saja penggarap petani yang berhak menerima lahan tersebut.
“Sampai hari ini belum ada percepatan reforma agraria di Banten, meskipun di Tahun 2019 Pemda mengklaim sudah 35 ribu bidang yang masuk Objek reforma Agraria,” ujarnya.
Tak hanya itu, Misrudin kembali menuntut Pemerintah untuk bersikap tegas baik kepada perusahaan swasta yang tanah HGU-nya sudah habis maupun perhutan dan lainnya yang masih terjadi konflik.
“didalamnya itu sering menimbulkan konflik perampasan lahan tani, maka Pemda harus menyelesaikan konflik itu agar reformasi sejati dapat dirasakan tani,” terangnya.
Aktivis Agra itu menegaskan Pemda harus menjalankan Perda yang sudah dibentuk pada 2014 mengenai perlindungan lahan petanian pangan berkelanjutan (PLP2B).
“Perda ini penting dijalankan, karena kan sampai sekarang pemprov masih lalai terhadap isi-isi dalam Perda tersebut,” pungkasnya.
“Seperti bagaimana pemprov belum bisa menahan laju alih fungsi lahan di Banten, bahkan cenderung lahan berlaih fungsi menjadi lahan produktif, Padahal lahan itu notabenenya sudah masuk kedalam PLP2B,” tambah Misrudin.
Persoalan lain, dikatakan Misrudin Pemprov belum memiliki Perda tentang perlindungan petani dan nelayan. “Maka kami mendorong dan menuntut pemprov untuk segera membentuk dan mengesahkan Perda itu supaya ada perlindungan terhadap masyarakat petani,” tutupnya, (jen/red)