SERANG, – Ratusan Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Geger Banten menggelar aksi Solidaritas di bundaran Lampu Merah, Ciceri, Kota Serang, pada Kamis (15/10/2020).
Dalam aksinya, mereka menuntut Polda Banten untuk membebaskan 14 rekanya yang ditetapkan tersangka saat aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law yang berujung bentrok dengan kepolisian pada 6 Oktober 2020 lalu.
Koordinator lapangan, Arman Maulana mengatakan, Gerakan penolakan omnibus law RUU Cipta Kerja secara nasional sudah menimbulkan puluhan ribu korban tindakan represifitas aparat kepolisian, sehingga menandakan demokrasi Indonesia sedang terancam.
“Sudah ada 30 ribu lebih kawan-kawan kami yang ditangkap pada saat melakukan penolakan Omnibus Law Cipta Kerja,” ucap Arman disela-sela orasi.
Ketua GMNI Cabang Serang itu menegaskan, tindakan represifitas aparat kepolisian sangat berbahaya jika dibiarkan terus menerus untuk memukul mundur seluruh komponen gerakan mahasiswa maupun buruh.
“Bentuk represifitas aparat kepolisian ini jelas telah membungkam demokrasi, bahkan ada kawan-kawan kami belum melakukan demonstrasi sudah ditangkap,” tegasnya.
Senada, ketua Kumala Pw Serang, Misbahudin mengatakan, penangkapan serta penetapan tersangka 14 demonstran di Banten menambah catatan buruk tindakan represifitas aparat kepolisian.
“hari ini 14 kawan kita ditetapkan tersangka oleh Polda Banten,” ungkap Misbah.
“Tindakan represifitas aparat kepolsian telah membungkan demokrasi, kita hanya menyampaikan aspirasi tapi kita selalu dihadang, dan dipukul,” paparnya.
Sementara itu, Ketua SWOT Cabang Serang, Halabi, mengatakan, Omnibus Law RUU Cipta kerja telah memakan korban, terbukti tindakan respresifitas kepolisian dilegalkan pemerintah untuk membredel gerakan-gerakan mahasiswa dan buruh baik skala nasional maupun lokal.
Tak hanya itu, kata dia, tindakan kriminalisasi disertai brutalisme telah mewajah dalam institusi kepolisian yang hakikatnya insitusi pelindung rakyat.
“Kita menuntut kepada polda untuk membebaskan tanpa syarat terhadap kawan kita yang ditetapkan tersangka,” pungkasnya, (jen/red)