SERANG, – Para Pelajar dan Mahasiswa asal Papua di Wilayah Banten menyerukan Solidaritas dukungan program Otonomi Khsus (Otsus) Jilid II Papua.
Alasan mereka mendukung Program Otsus Jilid II tersebut karena Otsus dinilai memiliki dampak manfaat sangat baik untuk kemakmuran rakyat di Bumi Cendrawasih baik dari kemudahan akses pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur.
Perwakilan Keluarga Besar Mahasiswa Papua di Banten, Frans Yohannes Miokbun mengatakan, Mahasiswa Papua tersebar diseluruh Wilayah Indonesia dengan jumlah mencapai ribuan diberbagai perguruan tinggi.
Adapun di Banten sekitar 70 mahasiswa papua sedang mengikuti proses perkuliahan di perguruan tinggi di Banten seperti di Untirta, Unsera, STKIP Surya Tanggerang, Unpam, dan Surya Universitas Kota Tanggerang.
“Kami menyerukan dukungan kepada pemerintah pusat dalam rangka melanjutkan Otsus Papua demi masa depan mahasiswa dan tanah papua,” ujar Frans kepada awak media usai menggelar aksi solidaritas di depan halaman sekertariat DPRD Banten, Curug, Kota Serang, Senin (16/11/2020).
Melalui akses pendidikan, Frans mendorong pemerintah pusat agar bisa menempatkan mahasiswa Papua bisa memperoleh kedudukan yang sama seperti akses pekerjaan baik di perusahaan Swasta, BUMN, maupun pengabdian diri menjadi PNS, TNI/Polri.
“Nah pemberdayaan SDM (sumber daya manusia,red) masih terbatas maka Otsus harus tetap dilanjutkan, dan pemerintah agar lebih banyak melakukan rekrutmen pemuda yang mewakili papua bukan hanya di papua tapi diseluruh wilayah Indonesia,” terang Frans.
Terakhir, Frans berharap pemerintah agar dapat melanjutkan Otsus Jilid II Papua demi masa depan generasi muda papua.
Bagi Frans, Kelanjutan Otsus papua Jilid II ini akan mengantarkan generasi muda papua untuk meningkatkan sumber daya dan peran aktif dalam pembangunan Papua sehingga kedepan Papua akan berada setara dengan provinsi lainnya baik dari segi pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan ekonomi.
“Jika Otsus dihentikan maka ribuan pelajar dan mahasiswa Papua tidak akan memperoleh akses pendidikan Ini mengakibatkan putus sekolah dan putus kuliah lebih tinggi dan menimbulkan masalah baru bagi Papua dan Pemerintah Indonesia,” tandas Frans, (jen/red)