SERANG – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rakyat Banten menilai ada persoalan besar dalam rangkaian pemaksanaan mobilisasi alat berat PT Sintesa Geothermal Banten (PT SBG) untuk melanjutkan eksplorasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) di Gunung Praksak, Kampung Barengkok, Desa Batukuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang.
“Rencana pembongkaran ini disinyalir merupakan sebuah upaya paksa yang dilakukan oleh PT. SBG agar bisa melanjutkan proses eksplorasi yang sebelumnya sempat tertunda akibat desakan dan penolakan yang gigih dari masyarakat Padarincang dan sekitarnya,” ujar Tim Advokasi hukum LBH Rakyat Banten, Abda Oebismillah kepada awak media melalui pres conference pada Selasa (24/11/2020).
Sebagaimana diketahui, Senin (24/11) PT SBG kembali memobilisasi alat berat dengan pengawalan penuh dari aparat kepolisian serta TNI untuk membongkar paksa pagar akses masuk PLTPB yang sejak 2019 lalu telah dipagar rakyat padarincang, hal tersebut tertuang dalam Surat Permohonan bernomor SBG/DIRUT/04/XI/2020 yang ditujukan kepada Kapolda Banten dan Danrem 064 Serang.
Meskipun di alat berat di kawal aparat, warga padarincang bersama elmen mahasiswa dan LBH berhasil memukul mundur alat berat dan aparat keamanan.
Atas kondisi itu, dikatakan Abda, kini sudah terbuka watak PT. SBG dalam melakukan serangkaian pengerahan Aparat Kepolisian beserta TNI untuk memaksa dan mengusir masyarakat, dengan melibatkan unsur militer, dengan berseragam dan berpasukan lengkap, guna merealisasikan pembangunan proyek Geothermal yang hingga kini telah banyak merugikan mastarakat, juga merusak eksosistem lingkungan hidup.
“Masyarakat Padarincang bersama dengan LBH Rakyat Banten menolak adanya pembongkaran pagar-pagar di area lokasi pembangunan Geothermal, kami memblokir dua arus jalan utama menuju lokasi, sehingga pihak militer tidak bisa menerobos blokade yang telah dibuat oleh masyarakat,” ungkapnya.
Akibat dari aksi arogan yang dilakukan oleh PT. SGB dengan melibatkan unsur aparatur negara, ditegaskan Abda, Negara telah mengabaikan hak dasar rakyat yang telah dijamin oleh Konstitusi serta UUD 1945.
“Dengan melibatkan personil militer dan Polri untuk mengusir masyarakat, ini bukti bukti jelas bahwa PT. SGB mengedepankan cara-cara represif, dan mencerminkan tindakan yang melanggar prinsip demokrasi, hukum dan jaminan terhadap hak asasi manusia yang dilindungi oleh konstitusi UUD 1945,” tegasnya.
Sebaliknya, sambung dia, tindakan yang dilakukan oleh aparat militer dan kepolisian TNI/POLRI jelas bertentangan dengan tugas pokok masing-masing institusi yang diatur di dalam Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004 maupun Undang-Undang POLRI Nomor 2 Tahun 2002.
“Secara hukum, kehadiran TNI tidak lain ialah sebagai pelindung kedaulatan Negara, tidak seharusnya untuk ikut serta dalam tindakan Pembongkaran,” terangnya.
Selanjutnya, menurut Abda, untuk POLRI khususnya Polda Banten, yang sejatinya hadir untuk melindungi hak-hak warga yang terlanggar karena pelanggaran-pelanggaran kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh PT. SGB bukan malah sebaliknya mendukung bahkan diduga Korps Marinir TNI berkolaborasi dengan para investor pengusaha.
“Mereka berperan aktif untuk bisa merealisasikan proyek PLTPB yang hingga kini menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan serta masih menyisakan problematik terhadap pembangunan PLTPB,” paparnya.
Oleh sebab itu, LBH Rakyat Banten bersama dengan Sarekat Perjuangan Rakyat (SAPAR) akan tetap menolak keras adanya pembongkaran, eksplorasi, eksploitasi, atau tindakan represifitas terhadap rakyat.
“Pemerintah Daerah, sudah seharusnya tidak mengesampingkan perhatiannya terhadap pemenuhan hak-hak dasar warganya, abai terhadap hak-hak perlindungan dasar masyarakat, merupakan pelanggaran terhadap konsitusi dan Hak Asasi Manusia. Tidak dibukanya kanal-kanal pada ruang partisipasi masyarakat, akan melahirkan kekuasaan oligarki, represif, dan berwatak anti demokrasi,” tandasnya, (jen/red)