SERANG – Sejumlah aktivis lingkungan yang terhimpun dalam aliansi kelompok pelajar (Kobar) menggelar aksi demonstrasi terkait perlindungan iklim yang berkelanjutan di alun-alun Kota Serang, Jum’at (27/11/2020).
Pantauan dilapangan, mereka memulai aksi pukul 16:19 Wib dengan membawa beberapa poster serta makanan mentah dari berbagai jenis yang menyimbolkan hasil tanam petani.
Humas Kobar, Mad Haer mengatakan, beberapa tahun terkahir banten dilanda bencana bertubi-tubi mulai dari banjir, longsor, pergantian musim yang tak menentu, kekeringan, hingga kebakaran hutan, sehingga bencana alam datang silih berganti menerpa Tanah Jawara.
“Tidak mungkin lagi bisa disangkal bahwa fakta-fakta yang terjadi betapa rentannya kehidupan umat manusia terhadap segala bencana akibat krisis iklim,” ujar pria yang akrab disapa Aeng disela-sela aksi.
“Nah yang kita saksikan ini bukan hanya pasifnya pemerintah dalam mengantisipasi krisis iklim, melainkan aktifnya pemerintah membuat kebijakan yang merusak ekosistem,mempercepat dan memperburuk laju krisis iklim,” paparnya.
Aeng menegaskan, Industri kotor raksasa pembangunan PLTU Jawa 9-10 yang masih menggunakan batu bara akan menghancurrkan polusi serta memberi dampak buruk bagi masyarakat luas.
Selain itu, lanjut Aeng, Kehadiran Omnibus Law telah melanggengkan kepentingan investasi di Tanah Air sehingga akan menjadi ancaman besar bagi keberlangsungan hidup rakyat Indonesia.
Semakin banyak investasi, tutur Aeng, akan semakin banyak rencana alih fungsi lahan untuk industri, sehingga akan semakin mengancam kelestarian alam.
“Belum lagi polusi dan limbah industri yang mengancam kesehatan masyarakat sekaligus merusak alam. Nah akibat kebijakan ini, dapat dipastikan bahwa krisis iklim akan semakin parah, bahkan bisa mengancam eksistensi umat manusia di masa depan,” ungkapnya.
Aeng mengungkapkan, Penyebab utama krisis iklim yang terjadi diakibatkan penggunaan energi kotor untuk keperluan rumah tangga maupun industri, lalu ditambah lagi dengan berkurangnya hutan alami secara drastis, yang membuat emisi karbon tak terserap oleh alam.
Dengan begitu, sambung dia, jika pembangunan proyek energi bersih juga merampas lahan dan hak hidup rakyat, apa bedanya? Masih banyak energi baru terbarukan lain yang tidak mengancam kehidupan masyarakat.
Saat ini, diungkapkan Aeng, rakyat tidak memiliki banyak pilihan namun masih memiliki kesempatan untuk mendesak pemerintah mengeluarkan kebijakan ramah lingkungan yang berpihak kepada masyarakat seutuhnya yang tidak merampas lahan masyarakat seenaknya, tidak mengganggu kehidupan masyarkat adat, serta tidak mengotori tanah, air, dan udara, demi generasi yang akan datang.
“Sudah terlalu banyak kerusakan lahan dan ancaman bencana yang harus diterima masyarakat Banten saat ini. Kalau kita saja sudah merasakan dampaknya sebesar ini, bagaimana dengan anak cucu kita?, Kita tidak bisa diam saja. Kita butuh aksi nyata dalam skala besar, dan kita butuh aksi nyata itu sekarang juga,” tandasnya, (jen/red)