SERANG – Puluhan Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) DPK Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) menggelar aksi demonstrasi Peringatan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan di Jalan Raya, Jakarta, Pakupatan, Kota Serang, Banten. Rabu (2/12/2020)
Dalam aksinya, mereka membawa spanduk besar bertuliskan “Banten Darurat Terhadap kekerasan Terhadap Perempuan, Wujudkan Ruang Aman di Banten”.
Aksi kali ini sekaligus bentuk rangkain kampanye peringatan kekerasan perempuan yang mereka serukan selama 16 hari dimulai sejak 25 November dan berakhir 10 Desember 2020 mendatang bertepatan dengan monentum peringatan Hari HAM Internasional
Selama 16 hari kampanye, mereka akan meletupkan pula berbagai peringatan hari penting mulai hari Aids/HIV (1 Demeber), Hari Internasional untuk penghapusan perbudakan (2 Desember) Hari tidak ada toleransi bagi kekerasan terhadap petempuan (6 Desember) hingga hari puncak peringatan HAM internasional (10 Desember)
Adapun bentuk kampanye yang digagas mereka mulai dari demonstrasi, mimbar bebas, teatrickal, hingga aksi serentak bersama DPC GMNI Serang yang bakal digelar pada 10 Desember.
Korlap aksi, Kiki Rismariyanti mengatakan, Banten saat ini sedang mengalami darurat kekerasan terhadap perempuan sehingga pemerintah harus segera mewujudkan ruang aman bagi perempuan di Tanah Jawara.
Kata dia, berdasarkan catatan LPA (lembaga perlindungan anak) Banten dalam semester I 2020 pada Januari hingga Juni, tercatat 35 kasus yang melapor langsung ke LPA Banten, banyaknya kasus kekerasan menunjukan pemerintah tidak serius dalam menegakan Perda nomor 9 tahun 2017 tentang Perlindungan Anak dan Perempuan di Provinsi Banten.
“Data terkait kekerasan seksul layaknya gunung es, data yang dimunculkan tidak ada sebanding dengan kasus di lapangan. Apalagi masih banyak korban yang belum berani melapor dan belum tercatat” katanya disela-sela demonstrasi.
Sejauh ini, dikatakan Kiki, Indonesia belum memiliki regulasi yang mengatur tentang penanganan kekerasan seksual secara speksifik, untuk itu, pihaknya mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan rancangan undang-undangan (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
“Kita butuh perlindungan dari negara, maka RUU PKS harus segera di sah kan untuk mengatur perlindungan perempuan Indonesia,” ujarnya.
Ditempat yang sama, ketua GMNI Untirta, Khoirun zarly menambahkan, dari berbagai problematika kekerasan yang sering menerpa perempuan paling rawan terjadi di ranah pendidikan karena akses ruang aman untuk perempuan terkesan dihilangkan.
“Kami merasa sangat penting pemerintah untuk menciptakan kampus ramah perempuan sebagai agenda penanggulangan dan pencegahan terhadap perempuan dalam institusi pendidikan” pungkasnya.
Terakhir, Zarly pun mengaku akan terus memperluas gerakan penghapusan kekerasan perempuan termasuk membuka posko pengaduan dilingkup kampus agar perempuan terbebas dari jerat kekerasan. (Jen/red)