SERANG – Dugaan kasus kredit fiktif di Bank BJB Cabang Tangerang menyeret Direktur PT DAS, yaitu DAW. DAW yang diduga bersekongkol bersama dengan Kepala Cabang Bank BJB Tangerang, KA menggelapkan uang sebesar Rp 8,7 miliar.
Kepala Kejaksaan Tinggi Banten, Asep Nana Mulyana, mengatakan modus operandinya yaitu DAW mengajukan pinjaman kepada Bank BJB Cabang Tangerang dengan membawa Surat Perjanjian Kerjasama (SPK), antara PT DAS dengan Pemkab Sumedang sebesar Rp 4,9 miliar.
“Kami telah melakukan penahanan terhadap tersangka DAW yang merupakan salah satu direktur PT DAS. Jadi modus operandinya dari hasil penyelidikan yang kami lakukan itu, bahwa tersangka mengajukan kredit di bank BJB cabang Tangerang dengan SPK fiktif,” ujarnya di PTSP Kejati Banten, Senin (21/12/2020).
DAW juga melakukan pinjaman ke Bank BJB Tangerang menggunakan PT CR, sebesar Rp 4,2 miliar dengan modus yang sama yaitu SPK fiktif. Diketahui, Direktur Utama PT CR merupakan istri dari DAW.
“Di samping dengan angka pinjaman sebesar Rp4.9 miliar, di samping itu juga tersangka dengan menggunakan istrinya sebagai direktur utama mengajukan kredit pada bank yang sama, dengan perusahaan yang berbeda yaitu PT CR dengan plafon kredit sebesar Rp4.2 miliar,” katanya.
Dari hasil penyelidikan, diketahui tersangka lainnya yaitu Kepala Cabang BJB Tangerang, KA, juga merupakan komisaris pada PT DAS dan PT CR. Kejaksaan juga meyakini bahwa terjadi persekongkolan jahat antara DAW dan KA dalam melakukan pembobolan uang Bank BJB itu.
“Jadi mengapa kami yakin, di samping alat bukti yang dimiliki penyidik, kami juga meyakini bahwa memang ada pengetahuan yang cukup, jadi memang ada niat jahatnya. Karena KA ini di samping selaku kepala cabang, dia juga sebagai komisaris di perusahaan tersebut,” tuturnya.
Menurutnya, KA juga tidak memerintahkan bank untuk memverifikasi lapangan atas SPK proyek fiktif di Pemkab Sumedang itu. Antara pejabat bank dan pihak swasta disebutkan telah saling bersepakat untuk melakukan pembobolan.
“Jadi sudah kerja sama, mereka berkonspirasi melakukan pembobolan bank, karena ini pekerjaan tidak ada, agunan fiktif,” tuturnya.
Hasil sementara, pihaknya menduga terdapat kerugian negara sebesar Rp8.2 miliar, yang nantinya akan dihitung kembali oleh auditor yakni Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI. Para tersangka diancam Pasal 2 UU Tipikor dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
“Saat ini yang bersangkutan kami sangkakan dengan menggunakan pasal 2 uu nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi. Saat ini yang bersangkutan kami tahan di rutan Pandeglang. Sedangkan KA seharusnya hadir, namun tidak hadir karena sakit dengan bukti surat dokter,” tukasnya. (Nahrul/red)