Oleh: Pannindya Surya Rahma Sari Puspita
(Mahasiswi Pendidikan Bahasa Arab UIN SMH Banten)
Sejak penggunaan media sosial yang semakin meningkat per-tahun nya, perkembangan dunia digital tidak hanya mendatangkan manfaat positif. Ada juga pengaruh negatif berupa serangan berbasis digital yang dapat mengancam privasi orang termasuk sistem negara.
Pemerintah menyatakan akan mengaktifkan kepolisian siber pada 2021. Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam wawancara khusus dengan Kompas.id, Kamis (17/12/2020).
Keberadaan ‘polisi siber’, yang diusulkan diaktifkan oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, dikhawatirkan menjadi ancaman baru bagi kebebasan berekspresi masyarakat. Mahfud mengatakan badan ini perlu untuk menindak pelanggaran hukum khususnya penyebaran hoaks.
“Kalau ada orang mengancam-ancam jam delapan pagi, jam 10 sudah ditangkap, bisa kok sekarang. Dan itu banyak sudah dilakukan,” kata Mahfud dalam Webinar KAHMI, Senin (28/12/2020) lalu. “Polisi siber kita bisa untuk hal-hal yang kriminil, membahayakan seperti itu,” tambahnya.
Dengan mengaktifkan polisi siber, ia berharap media sosial tidak akan terlalu ‘liberal’ dan menimbulkan kerusakan.
Polisi siber yang dimaksud Mahfud nantinya akan berupa kontra-narasi. Apabila ada kabar yang tidak benar beredar di media sosial, maka akan diramaikan oleh pemerintah bahwa hal itu tidak benar. Sementara, jika ada isu yang termasuk dalam bentuk pelanggaran pidana maka akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.
“Sekarang polisi siber itu gampang sekali, kalau misalnya Anda mendapatkan berita yang mengerikan, lalu lapor ke polisi,” ujarnya. ( kompas.com )
Berdasarkan survei Indikator Politik pada Oktober lalu, sebanyak 69,6 persen responden menyatakan ‘setuju dan sangat setuju’ bahwa warga semakin takut berpendapat. Sebanyak 73,8 persen responden juga ‘setuju atau sangat setuju’ bahwa warga makin sulit berdemonstrasi atau protes. Kemudian, 64,9 persen responden ‘setuju atau sangat setuju’ aparat makin semena-mena menangkap warga yang orientasi politiknya bukan penguasa saat ini. ( tirto.id )
ANALISIS
Hampir manusia pada umumnya tidak pernah absen dalam menejlajahi kanal atau situs social media per-hari nya. Apalagi untuk mereka yang memang berprofesi pada dunia digital, keaktifan nya dalam bermain social media bukan lagi menjadi suatu hobi melainkan sudah menjadi lading tempat ia mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Setiap hari membuat konten sudah menjadi kebiasaan yang mungkin sangat dinanti-nanti oleh para pengikutnya, ya sebut saja seperti youtuber atau selebgram.
Adapun jenis manusia yang menggunakan social media hanya untuk sekedar hiburan, mencari konten yang sangat disukainya dan menonton nya hingga berjam-jam, ada beberapa yang mungkin menambahkan komentar di kolom yang sudah disediakan atau hanya sekedar menonton tanpa merespon.
Jenis manusa lainnya pun ada yang menjadikan social media sebagai wada ia untuk belajar, menggali informasi dunia terbaru, menelaahnya kemudian mempelajari nya, namun diantara jenis manusia yang tadi sudah dijabarkan. Manusia penyebar hoax lah yang memang meresahkan dunia digital, memposting berita hoax hanya untuk pengalihan isu atau membuat kekhawatiran masyarakat meningkat.
Social media bagaikan pisau jika tidak berhati-hati dan bijak dalam menggunakan nya maka kita bisa teriris dan terluka, Namun apakah dengan pengaktifan polisi siber mampu membendung luapan berita hoax dan menghukum pelaku penyebaran berita hoax?
Karena disisi lain, ada sebagian masyarakat yang menjadi takut untuk berpendapat, seolah terbungkam untuk menanggapi beberapa permasalahan yang ada, sebab adanya penetapan UU ITE dan juga kembali aktif nya polisi siber. Dan karena hal ini, ada pula pihak yang merasa diuntungkan sebab, dapat menghentikan laju penyebaran berita hoax dan privasi tiap individu dapat terlindungi.
Adanya pengaktifan polisi siber dalam mengawal media social, akan membuat beberapa individu ragu-ragu dan merasa abu-abu untuk mengkritisi suatu permaslaahan yang ada, terutama dalam aktivitas dakwah di media social, hal itu akan menyulitkan bagi mereka yang ingin menyampaikan opini Islam, mengingat bahwa Negara kita bersistem demokrasi, mengelu-elukan kebebasan, semua bersumber dan kembali untuk rakyat, namun sekedar member aspirasi saja dianggap melanggar privasi, lantas bagaimana kami sebagai masyrakat dalam menyampaikan suara?
SOLUSI
Syariat Islam menetapkan hak-hak diri atau individu muslim. Allah telah mewajibkan nasihat dan perintah pada yang baik dan mencegah kemunkaran. Tidak mungkin hal itu bisa ditegakkan jika muslim tidak memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat dan kebebasannya dalam hak tersebut.
Tidaklah amar ma’ruf nahi munkar bisa ditegakkan tanpa adanya hak kebebasan berpendapat pada diri seorang muslim.
Berfikir dan berpendapat merupakan potensi dasar yang sebaiknya dikembangkan oleh manusia. Dengan kata lain, Islam mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk berpendapat, yang itu tidak dapat dipisahkan dari potensi sekaligus perintah Allah SWT agar manusia senantiasa berfikir.
Sebagai agama yang membawa pada kemaslahatan, Islam selalu menuntun umatnya dalam hal penggunaan hak, tak terkecuali dalam kebebasan berpendapat. Seperti halnya Islam memandang bahwa orang yang hendak menjadi kaya itu adalah hak, tetapi tentu ada kaidah-kaidah bagaimana mencapainya agar tidak terjadi bencana. Begitu pula dalam berpendapat, Islam memiliki kaidah-kaidah tersendiri dalam berpendapat yang baik.
Pertama, berkomitmen dan konsisten hanya untuk kebenaran. Dalam hal menyampaikan pendapat sebaiknya senantiasa berpegang teguh pada kebenaran dan tidak memperturutkan hawa nafsu. Kedua, berpendapat dengan cara yang baik. Berpendapat dalam bentuk apapun sebaiknya tidak dengan hinaan, olok-olok dan bentuk lain yang melukai. Sebaik apapun isi pendapat jika disampaikan dengan kata-kata yang melukai maka tidak akan berguna sama sekali. Ketiga, tetap mengedepankan persatuan. Saat terjadi perbedaan pendapat, prinsip yang harus dipegang teguh adalah harus tetap menjaga persatuan dan soliditas umat. Jangan sampai terjadi perpecahan yang akan mengakibatkan bencana yang lebih besar.