SERANG – Ketua Pansus Raperda Zonasi Pesisi atau RZWP3K, Miptahudin mengaku, pihaknya telah melakukan Tahapan dan mekanisme pembahasan Perda Zonasi Pesisir sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
“Pertama, kami melakukan Rapat kerja dengan agenda ekspos atau pemaparan oleh pengusul, lalu rapat dengar pendapat dengan pemerintah kabupaten/kota,” ujar Miptahudin saat menyampaikan sambutan pansus diruang rapat paripurna DPRD Banten, Kota Serang, Kamis 7 Januari 2021.
Selanjutnya, dikatakan Miptah, pansus melakukan Kunjungan Kerja ke Provinsi Lampung. Lalu menggelar rapat dengar pendapat umum mengundang Stakeholders diantaranya kelompok nelayan, pegiat lingkungan, pelaku usaha property, pelaku usaha pariwisata dan KSOP Banten.
Selain itu, ujar dia, Rapat Dengar Pendapat dengan Narasumber atau pakar dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ditjen Bangda Kemendagri, Kementerian ATR/BPN dan Pusat Studi Teknologi Kelautan (PUSTEK) UGM.
Kemudian, Kunjungan Lapangan ke DLKr/DLKp Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Banten, PIK 2, Depot Pertamina Bandara Soekarno Hatta, Pelelangan Ikan Cituis Kab. Tangerang dan KEK Tanjung Lesung Pandeglang.
“Terus kita Rapat Konsultasi ke Kementerian Perhubungan, Rapat Kerja dengan OPD, Rapat Finalisasi dan Pleno Pansus, Rapat Konsultasi dengan Gubernur,” katanya.
“Terus Rapat Konsultasi melalui vidio conference dengan Ditjen Bangda Kemendagri dan Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP diikuti oleh OPD Provinsi Banten,” imbuhnya.
Tak cukup disitu, sambung dia, Setelah melalui proses dan tahapan pembahasan akhirnya pada tanggal 14 Oktober 2020 Pansus melakukan rapat finalisasi sekaligus pleno terhadap Rancangan Perda RZWP-3-K yang dihadiri oleh perangkat daerah terkait. Rapat pleno tersebut menghasilkan kesepakatan antara Penyesuaian periode tahun rancangan perda semula 2018-2038 menjadi 2020-2040.
“Terus penyesuaian terhadap beberapa bagian usulan dan masukan Kabupaten/Kota misalnya mengenai lokus perairan dan/atau zonasi wilayah. Terhadap usulan Kabupaten/Kota yang tidak bisa diakomodir misal usulan Kabupaten Lebak agar disediakan ruang untuk Pelabuhan Nusantara di Cilograng dikarenakan belum memiliki dasar penetapan ruangnya berdasarkan Permen KP Nomor 45 Tahun 2014,” ungkapnya.
Miptah menjelaskan, Dalam Pasal 16 huruf f, Pelabuhan Laut yang melayani angkutan laut ditambahkan Terminal Khusus diperairan Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Tangerang (Pasal 16 ayat (7)).
“Pada Sub Zona Pertambangan dalam Pasal 19 ayat (2) Sub Zona KPU-TB-PL tidak lagi mencantumkan Kecamatan Tirtayasa,” ujarnya.
Dikatakan Miptah, Dalam Alur Pelayaran dan Perlintasan (Pasal 32 ayat (1) huruf d ) telah dimasukan kesepakatan IMO (International Maritime Organization) yaitu Traffic Sparation Scheme (TSS) di Selat Sunda. TSS atau bagan pemisah alur laut digunakan untuk memisah jalur lalu lintas pelayaran di Selat Sunda.
“Pada Alur Laut Pipa bawah Laut (Pasal 34 ayat (2) ) di perairan Teluknaga Kab. Tangerang ditambah (AL-PBL-M-02) dan (AL-PBL-M-03) diperuntukan SPM 2 dan SPM 3 PT. Pertamina (PSN)” terangnya.
Kemudian, lanjut dia, Pada Kawasan Strategis Nasional Pasal 37 dilakukan perubahan ayat (3) menjadi “KSN-02 yaitu Jabodetabekpunjur di perairan utara Kabupaten Tangerang dapat dilaksanakan reklamasi dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Disisi lain, masih dia, Pada Sub Zona Wisata Alam Pantai/Pesisir Pulau-Pulau Kecil (Pasal 41 ayat (4), kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin pada Sub KPU-W-P3K ditambah 1 (satu) kegiatan yaitu reklamasi (huruf g). Pada huruf d ditambah menjadi pelabuhan yang dikelola oleh pemerintah dan/atau badan usaha.
Sementara itu, ujar dia, Pada Sub Zona Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan (Pasal 42 ayat (3) kegiatan yang tidak boleh dilakukan pada SUB Zona KPU-PL-DLKrp ditambah yaitu kegiatan penambangan pasir laut huruf f.
“Pada Sub Zona Wilayah Kerja dan Wilayah Pengoperasian Pelabuhan Perikanan Pasal 43 ayat (3), kegiatan yang tidak boleh dilakukan pada sub zona KPU-PL-WKOPP ditambah yaitu kegiatan penambangan pasir laut (huruf f),” katanya.
“Pada Sub Zona Pertambangan Pasir Laut (Pasal 44 ayat (6), ketentuan khusus pada Sub Zona KPU-TB-PL dilakukan perubahan pada huruf e menjadi wajib menyusun rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat pesisir. Dan ditambahkan huruf f yaitu Pedoman terkait dengan pemberdayaan masyarakat pesisir dan nelayan atas akibat penambangan pasir laut diatur dengan Peraturan Gubernur,” sambungnya.
Miptah mengungkapkan, Untuk mengakomodir penyediaan listrik di Pulau Tunda melalui jaringan kabel bawah laut, terdapat dalam Sub Zona Perikanan Pelagis dan Demersal (Pasal 46 ayat (3) huruf f).
Kata dia, Disepakati tidak ada perubahan terhadap Peta RZWP3K yang diusulkan oleh Pemerintah Daerah.
“Ketentuan khusus pada Sub Zona KPU-PL-DLKrp Pasal 42 ayat (6) ditambah ketentuan baru yaitu Huruf f. kewenangan Otoritas DLKr dan DLKp terbatas pada keselamatan dan keamanan pelayaran; dan Huruf g. ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan pelabuhan di wilayah DLKr dan DLKp diluar alur keselamatan dan keamanan pelayaran diatur melalui Peraturan Gubernur,” ungkap Miptah.
Terakhir, Dalam Rancangan Perda tentang RZWP3K Provinsi Banten Tahun 2020-2040 Terdapat peraturan pelaksanaan (Peraturan Gubernur) yang perlu diterbitkan yang mengatur tentang Kegiatan pelabuhan di wilayah DLKr dan DLKp diluar alur keselamatan dan keamanan pelayaran, Pedoman tentang pemberdayaan masyarakat pesisir dan nelayan akibat penambangan pasir laut;
“Tata cara izin lokasi perairan, izin pengelolaan perairan, dan fasilitas masyarakat lokal, Tata cara dan mekanisme pemberian insentif, Tata cara dan mekanisme pemberian disinsentif, dan Pengawasan RZWP3K,” tandasnya. (Jen/red)