SERANG – Amuk Bahari Banten bakal membuat rangkaian dialog sekaligus konferensi pers sebagai bentuk protes atas pengesahan Perda Rencana Zonasi Wilayaj Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) yang beberapa waktu lalu disahkan DPRD Banten.
Dialog ini bakal digelar Minggu (17/1) besok, di salah satu cafe di Kota Serang.
Dialog disertai Konferensi Pers tersebut bakal di gelar secara terbuka serta disiarkan langsung dikanal resmi media Pena Masyarakat Banten.
Dialog yang digagas para aktivis lingkungan itu bertajuk “pengesahan perampasan ruang dan Kejahatan lingkungan melalui RZWP3K Banten tanpa transparansi dan partisipasi masyarakat yang akan terdampak,”
Koordinator Pena Masyarakat, Mad Haer Efendi menerangkan, Pada tanggal 7 Januari 2021, Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Banten telah mengesahkan Perda RZWP3K, namun hingga saat ini, Pemda Banten belum mengeluarkan draft final Perda tersebut.
“Pengesahan ini diwarnai dengan tidak adanya transparansi proses dan dokumen serta tidak adanya partisipasi aktif dari masyarakat yang akan terdampak dari Perda zonasi Provinsi Banten, Inilah potret memalukan dari proses legislasi di Indonesia, terutama di Provinsi Banten,” ujar pria yang akrab disapa Aeng, melalui pesan tertulis kepada Updatenews.co.id, Sabtu (16/1/2020).
Secara formil, bagi Aeng, pembahasan Ranperda RZWP3K Provinsi Banten tidak transparan, akuntabel, dan partisipatif karena tidak melibatkan masyarakat baik secara fisik maupun pengetahuan dalam menyusun kebijakan yang akan mengatur ruang hidup mereka.
Hal tersebut, Ujar dia, penting karena masyarakatlah yang akan terdampak, khususnya masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang ada di Banten.
“Bahkan tak jarang, pembahasan perda ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tetapi hal tersebut bocor dan diketahui oleh publik dan memicu amarah serta aksi publik yang memberi perhatian khusus terhadap isu lingkungan, ruang pesisir, pulau-pulau kecil, kelautan dan perikanan,” ungkapnya.
Bahkan, lanjutnya, evaluasi dari berbagai Perda RZZWP3K yang telah disahkan di 27 provinsi masih terdapat berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat pesisir, khususnya nelayan kecil dan tradisional. Salah satu persoalan tersebut adalah pengakuan ruang hidup mereka melalui alokasi peruntukkan ruang pemukiman nelayan.
Persoalan lainnya, dikatakan Aeng, semakin massifnya alokasi ruang untuk perampasan ruang hidup mereka melalui perluasan wilayah industri pelabuhan-pariwisata serta industri ekstraktif-eksploitatif.
“Bagaimana proyeksi masa depan kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Banten pasca pengesahan Perda RZWP3k? Apa dan bagaimana langkah yang harus diambil oleh masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang kedaulatan, keadilan, keberlanjutan ruang hidup dan lingkungan, serta kesejahteraannya terancam oleh Perda RZWP3K tersebut,” terang Aeng.
Bertitik tolak dari paparan di atas tersebut, Aeng menguraikan, AMUK Bahari Banten bakal menggelar dialog sekaligus Konferensi Pers serta turut mengundang lintas jurnalis untuk meliput dalam acara tersebut. (Jen)