SERANG – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar gelar dialog publik untuk menyikapi kondisi bangsa Indonesia saat ini. Diskusi dengan tema “Demokrasi dan Ancaman Oligarki” tersebut berjalan dengan banyaknya antusias dari peserta.
Dalam kegiatannya, pihaknya mengundang beberapa pemateri diantaranya Kaprodi Ilmu Hukum, Maskun Kurniawan, dan Kaprodi Ilmu Pemerintahan, Elly Nurlia. Selain itu, acara tersebut pun mendapatkan apresiasi dari Wakil Dekan satu, Ombi Romli. “Saya mengapresiasi kegiatan ini untuk merawat jiwa kritis mahasiswa dan menambah pengetahuan mahasiswa terkait dampak dari kebijakan yang dibuat oleh oligarki,” katanya, Senin (23/3/2021).
Menurut Maskun Kurniawan, situasi demokrasi Indonesia saat ini hanya dinikmati oleh segelintir kelompok saja. “Di tambah orang-orang di parlemen 55% ini seorang pembisnis, jadi tidak heran jika segala regulasi aturan yang di buat selalu di tolak oleh kalangan mahasiswa dan masyarakat,” ujarnya.
Sedangkan, menurut Elly Nurlia, parpol yang berada di parlemen atau pun yang saat ini ada tidak memperhatikan kualitas orang-orang yang dicalonkan di bangku kekuasaan. “Yang penting banyak uang dan di yakinkan menang itu yang akan di calon kan tidak perlu melewati tahapan kaderisasi mereka yang memiliki uang bisa loncat ke partai mana saja,” tegasnya.
Sementara, Ketua BEM FHS Unma, Muhammad Abdullah, dari laporan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) situasi saat ini 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 50% aset nasional.
“Hal ini jelas akan merusak demokrasi indonesia. Pada tahun 2019, sebanyak 22 juta warga negara indonesia kesulitan mengakses kebutuhan pangannya, ketimpangan sosial dan ekonomi pada masyarakat jelas terlihat,” ujar Abdul.
Pada hakikatnya, kata Abdul, orientasi dari oligarki hanya mempertahankan kekayaannya saja. Tak heran, lanjut Abdul, jika hingga saat ini demokrasi di Indonesia masih berada dibawah kendali oligarki
“Karena hanya dengan kekuasaan, oligarki akan dengan sangat mudah membuat kebijakan hukum yang seolah-olah untuk kepentingan rakyat 99%, tapi kenyataannya hanya untuk memperkuat kekuasaan kelompok orang 1% demi mempertahankan kekayaan, agar bisa dengan mudah melakukan eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) untuk pengakumulasian keuntungan dan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk dipekerjakan,” tukasnya. (Nahrul/red)