CILEGON — Kebijakan Pemerintah Kota Cilegon ihwal pelepasan aset Jalan Aat – Rusli (JLS) mendapat pandangan beragam dan perbincangan di tengah masyarakat Kota Cilegon.
Tak ayal komunitas ASC (Akur Sedulur Cilegon) menginisiasi pertemuan bersama elemen masyarakat dari berbagai latar belakang profesi untuk memfasilitasi pro dan kontra pendapat yang kini berkembang di publik.
Salah satu Tokoh Masyarakat Cilegon Sunardi mengatakan, salah satu pertimbangan adanya Jalan Aat – Rusli adalah untuk memecah persoalan besar Pemerintah Kota Cilegon yakni kemacetan dan Banjir.
Akan tetapi, adanya JLS itu, bahwa industri membutuhkan infrastruktur baru yang akan di gunakan dan bisa dimanfaatkan untuk transportasi khusus, utamanya pendistribusian bahan baku maupun hasil produksi industri menuju pasar.
Lebih lanjut kata Sunardi, Pemerintah Kota Cilegon dalam hal itu, bisa menyumbang dengan di bangunnya JLS untuk mengurai kemacetan. Namun bagaimana kelanjutan pemeliharaan dan perbaikan perlu difikirkan kedepannya.
“Bukan persoalan mendukung atau tidak mendukung, akan tetapi fungsinya itu yang harus di dahulukan. Siapa yang harus bertanggung jawab dengan perawatan dan perbaikannya.” terang Sunardi, Senin (29 Maret 2021) di kediamannya.
Dalam pertemuan itu, Dede Rohana anggota DPRD Provinsi turut hadir dan menyampaikan bahwa opini yang berkembang ihwal JLS adalah kurangnya pemahaman saja. Karena kata dia, makna penyerahan atau pelepasan dengan peningkatan status jalan itu jauh berbeda.
Menurutnya, Pemerintah Kota Cilegon tidak akan dirugikan jikapun Jalan Aat – Rusli ditingkatkan statusnya menjadi Jalan Provinsi. Bagaimana tidak, dalam hal PAD dan Perizinan pun kewenangannya masih tetap pada Pemerintah Kota Cilegon dan bukan pada Pemerintah Provinsi. Misalkan saja kata dia, Jalan dari Simpang Cilegon hingga Jalan Yasin Beji.
“Di sanakan ada Hotel, Mall, tempat hiburan Krakatau Water World (KCC), tetap saja perizinannya pada Pemerintah Kota.”katanya, disalah satu cafe di Cilegon.
Lalu bagaimana jika ada remang-remang di sana (JLS), menurut Dede, saat inipun kewenangannya ada pada Pemerintah Kota. Sehingga, meski JLS ditingkatkan statusnya menjadi Jalan Provinsi Banten, kewenangannya masih tetap ada pada Pemerintah Kota.
Ia menilai, adanya miss komunikasi yang terjadi hingga berkembang opini bahwa JLS akan dilepaskan atau diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Banten adalah persepsi yang salah. Karena yang tepat adalah usulan peningkatan status jalan yang memang menjadi aspirasi saat reses yang dia lakukan beberapa bulan lalu.
Meskipun begitu lanjut Dede, situasi itu adalah hal wajar dan tidak perlu saling menyalahkan satu sama lain. Karena dalam hal komunikasi untuk tidak terjadi gejolak atas kebijakan tersebut justru menjadi penting dan bagus sehingga bisa menjadikan komunikasi politik ke depannya.
Ia juga menegaskan, bahwa kebijakan usulan peningkatan status Jalan Kota menjadi Jalan Provinsi tidak perlu mendapat persetujuan dan sosialisasi dari masyarakat, melainkan cukup dari Wali Kota saja.
Evi Silvy Haiz, Praktisi Hukum yang turut hadir menyampaikan, opini yang berkembang saat ini merupakan tidak baiknya publik speaking yang dilakukan oleh Pemerintah. Sehingga menjadikan persepsi yang salah. Akan tetapi, Masyarakat juga perlu melakukan kritik konstruktif terhadap Pemerintah jika kebijakan yang dilakukan tidak pro terhadap kepentingan rakyat.
“Terkait JLS, kita harus memposisikan diri untuk kepentingan orang banyak. Jangan karena Program banyak. Tapi ini untuk kepentingan rakyat, JLS itu kita dukung tetapi dengan kajian yang benar,” tutupnya.
Edi Muhdi Zein, penggagas pertemuan itu menyampaikan bahwa, ASC (Akur Sedulur Cilegon) hanya bersifat memfasilitasi dan memediasi pandangan pro kontra masyakarat yang berkembang di publik, atas kebijakan yang akan di ambil Pemerintah Kota Cilegon. Dan pembahasan itu dimungkinkan akan dilanjutkan ke depannya. (Aghata).