SERANG – Kuasa Hukum Gubernur Banten, Agus Setiawan mengatakan, pihaknya meyakini bahwa penataan administrasi dalam penyaluran hibah bantuan untuk Pondok Pesantren, sudah clear (tidak ada masalah).
Hal itu terungkap dalam Dialog Publik Forum Lintas Batas bertajuk “Mencari Otak Korupsi Dana Hibah Ponpes”, di House of Salbai, di Kelurahan Cimuncang, Kecamatan Serang, Kota Serang, Rabu 26 Mei 2021.
“Semua sudah ditempuh, tidak ada sedikitpun yang dikurangkan dari apa yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Mulai dari Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Gubernur,” katanya.
Agus menjelaskan, kalau ada anasir yang menghilangkan salah satu unsur yang paling penting yakni monitoring dan evaluasi, maka dokumen yang dirinya pegang harus dinyatakan batal.
“Monitoring dan evaluasi itu yang kemudian menjadi titik tolak cara berpikir masyarakat bahwa, karena tidak adanya evaluasi dan monitoring. Kemudian ditemukanlah fiktif dan belah semangka,” ujarnya.
Agus mengungkapkan, pemberian hibah ini bukan hanya bentuk perhatian gubernur, melainkan ada amanat RPJMD yang harus ditunaikan.
“Suatu niat baik tentu logikanya gak masuk lah, kalau misalkan ini disengajakan menimbulkan kesalah yang disadari,” ucapnya.
Pria yang biasa disapa AU ini mengatakan, monitoring dan evaluasi dalam hibah Ponpes ini, merupakan domain dari Biro Kesra sebagai tim Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), dan posisi Sekda sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD). Berdasarkan peraturan yang ada, rekomendasi itu dibuat oleh Kepala Biro dan OPD.
Kata Agus, kalau berbicara teori pendelegasian wewenang sampai rekomendasi, itu mutlak harus dilaksanakan oleh Biro Kesra. Setelah itu, Biro Kesra membuat sebuah laporan (rekomendasi) untuk bahan rapat di TAPD, agar menjadi bahan pertimbangan gubernur.
“Rekomendasi itu lah yang kemudian disajikan kepada forum TAPD, sebagai alat untuk membuat pertimbangan kepada gubernur,” terangnya.
“Disitulah gubernur baru menilai. Udah lengkap semuanya, rekomendasi ada, segala macemnya ada gak. Kalau gak ada kenapa, masih mungkin gak diperbaikin. Saya pikir hal-hal seperti itu lah yang mungkin diingat sebagai perintah,” imbuhnya.
Agus membeberkan, dalam perkara hibah untuk Pondok Pesantren ini pertanggungjawabannya terkelaster, ada di perencanaan, evaluasi, dan monitoring.
“Kita lihat, dimana terjadi benturannya. Apakah dipenganggaran, apakah diperencanaan, apakah di monitoring dan evaluasi. Apakah di rekomendasi, apakah di pertimbangan TAPD atau pada saat pencairan NPHD. Sampai ke evaluasi Kemendagri,” paparnya.
Dengan memahami itu, Agus mengungkapkan, tentu akan mengerti dengan apa yang dilakukan Kejati Banten, mengapa sampai memiliki keyakinan yang kuat. Siapa saja yang melalaikan tugas, sehingga menyebabkan kerugian negara harus dimintai keterangan.
“Saya menjadi paham. Karena dinyatakan dalam keterangan yang disampaikan para pemberi keterangan itu, bahwa rekomendasinya tidak ada. Kalau tidak ada, pasca rekomendasi harus dibatalkan semua. Mari kita uji, itu ada atau tidak. Kita harus melihat terlebih dahulu prosesnya,” tandasnya (jen/red)